Mesir Jadi Pasien IMF, Dapat Pinjaman Rp46,5 Triliun
Mesir menyetujui pinjaman USD3 miliar atau sekira rp46,5 triliun dari IMF setelah mendevaluasi mata uangnya.
IDXChannel - Mesir menyetujui pinjaman USD3 miliar dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) setelah menurunkan nilai mata uangnya atau mendevaluasi karena berusaha menopang ekonomi yang terpukul oleh dampak invasi Rusia ke Ukraina.
Nilai pinjaman USD3 miliar tersebut setara dengan Rp46,5 triliun. Selain itu, negara yang berada di wilayah Afrika utara itu juga telah menghadapi lonjakan tagihan impor akibat konflik.
Menurut Pejabat Mesir, dikutip dari Bloomberg, Sabtu (29/10) negaranya juga akan menerima USD5 miliar (Rp77,5 triliun) dari mitra internasional untuk membantu membiayai kesenjangan pendanaan eksternal negara itu.
IMF mengatakan, USD1 miliar dari dana berkelanjutan yang baru juga ada. Bank sentral Mesir sebelumnya mengaku, mengadopsi rezim nilai tukar yang lebih fleksibel. Ini yang menaikkan biaya pinjaman resmi sebesar 200 basis poin (bps) pada pertemuan yang tidak dijadwalkan.
Kebijakan nilai tukar yang fleksibel ini menyebabkan Pound Mesir jatuh sekira 15%, melampaui besarnya devaluasi pada 21 Maret.
“Perpindahan ke rezim nilai tukar yang fleksibel adalah langkah yang signifikan dan disambut baik untuk menghilangkan ketidakseimbangan eksternal, meningkatkan daya saing Mesir, dan menarik investasi asing langsung,” kata IMF.
Sementara itu, Ziad Daoud, Kepala Ekonom Pasar Berkembang mengatakan, reaksi berantai telah berlangsung: Mesir menyatakan langkah ke rezim nilai tukar yang fleksibel, yang mengarah ke anjloknya Pound, diikuti dengan pengumuman kesepakatan dengan IMF.
"Pertanyaan kuncinya adalah apakah pihak berwenang akan mengizinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam nilai tukar atau, seperti 2016, hanya mematok kembali mata uang ke level yang lebih lemah terhadap dolar," ujarnya.
Bank sentral Mesir telah menaikkan suku bunga acuannya menjadi 13,25%.
"Suku bunga yang lebih tinggi diperlukan mengingat percepatan inflasi dan penguatan yang lebih diharapkan dalam beberapa bulan mendatang," kata Monica Malik, Kepala Ekonom di Abu Dhabi Commercial Bank.
Dalam pernyataan terpisah, regulator Mesir mengubah peraturan untuk memungkinkan penggunaan forward valuta asing, swap mata uang, dan kontrak forward yang tidak dapat dikirim.
Pelemahan Pound berisiko lebih lanjut memicu inflasi tahunan Mesir yang sudah mencapai 15% pada September, tertinggi dalam hampir empat tahun, setelah kenaikan harga makanan dan bahan bakar.
"Kenaikan mungkin akan sementara dengan inflasi cenderung mencapai puncaknya mendekati 19% pada Januari (2023)," papar Ekonom Goldman Sachs Group Inc termasuk Farouk Soussa.
(FAY)