Migas Masih Jadi Momok dalam Neraca Dagang RI per Juni 2023
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia masih mengalami defisit sektor migas senilai USD0,96 miliar pada neraca perdagangan Juni 2023, Senin (17/7).
IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia masih mengalami defisit sektor migas senilai USD0,96 miliar pada neraca perdagangan Juni 2023, Senin (17/7/2023).
Neraca perdagangan Indonesia Juni 2023 dilaporkan kembali surplus 38 bulan berturut-turut. Namun, BPS mencatat surplus neraca dagang ini ditopang oleh komoditas non migas sebesar USD4,42 miliar.
Surplus neraca dagang mencapai USD3,45 miliar dan terpantau naik 708,66 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, secara tahunan angka ini menyusut hingga 32,75 persen dibanding Juni 2022.
Secara kumulatif, sepanjang enam bulan pertama tahun ini, total surplus neraca dagang RI mencapai USD19,93 miliar. Angka ini lebih rendah USD5,06 miliar dibandingkan periode Januari-Juni tahun lalu.
Adapun komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral berkode HS 27, lemak dan minyak hewan nabati, besi dan baja.
Meski surplus sektor migas pada Juni 2023 jauh lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya, namun angkanya lebih rendah jika dibandingkan dengan Juni tahun lalu.
Neraca dagang migas tercatat defisit USD0,96 miliar dengan komoditas utama penyumbang defisit adalah minyak mentah dan hasil minyak.
Momok Neraca Dagang
BPS melaporkan ekspor migas tercatat USD1,26 miliar atau mengalami penurunan 3,64 persen secara bulanan per Juni 2023. Sementara secara tahunan ekspor migas menyusut 18,74 persen yoy. Adapun impor migas mengalami penurunan 39,49 persen secara tahunan.
Namun, defisit migas seolah menjadi momok dalam neraca dagang RI. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia pertama mencatat defisit perdagangan migas pada 2013, yang kian melebar di tahun-tahun berikutnya.
Adapun volume impor migas Indonesia per 2022 meningkat 5,61 juta ton menjadi 47,74 juta ton. Sedangkan volume ekspor migas turun 8,66 persen menjadi 24,56 juta ton.
Alhasil, volume perdagangan migas nasional mengalami defisit 23,18 juta ton sepanjang 2022. Volume defisit tersebut meningkat 52,13 persen dibanding 2021 dan menjadi defisit terbesar sejak 2010. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kondisi ini didukung dengan harga minyak dunia telah mengalami penurunan signifikan sejak akhir tahun lalu.
Pada Maret 2022, harga minyak melonjak ke level tertinggi sejak 2008 akibat perang Rusia-Ukraina. Penurunan harga minya tercatat terjadi sejak Agustus tahun lalu dan mencerminkan ketidakpastian pasar minyak karena sejumlah faktor ekonomi.
Pada 2022 nilai impor migas Indonesia juga melonjak 58,32 persen menjadi USD 40,42 miliar, sementara nilai ekspor migas hanya meningkat 30,8 persen menjadi USD 16,02 miliar.
Dengan demikian neraca perdagangan migas Indonesia juga mengalami defisit senilai USD 24,4 miliar pada 2022. Angka ini meningkat 83,69 persen dibanding nilai defisit 2021 yang hanya USD 13,28 miliar. (ADF)