Minyak Goreng Subsidi Langka, DPR Minta Intervensi ke Industri CPO
Langkah pemerintah dalam mengatasi persoalan minyak goreng kini menimbulkan masalah baru.
IDXChannel - Langkah pemerintah dalam mengatasi persoalan minyak goreng kini menimbulkan masalah baru. Barang minyak goreng subsidi yang dihargai Rp14.000 per liternya mulai mengalami kelangkaan di sejumlah ritel modern.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi, berpendapat bahwa pemerintah tidak lagi hanya memikirkan bagaimana menyelesaikan persoalan ini di tingkat hilirnya saja. Misalnya, seperti melakukan operasi di pasar tradisional maupun ritel modern.
"Menurut saya ini waku yang tepat untuk mengidentifikasi akar-akar masalah yang ada dan merumuskan kebijakan penyelesaian yang komprehensif. Operasi pasar boleh-boleh saja, tapi tidak akan menyelesaikan masalah," kata Dedi kepada wartawan, Minggu (30/1/2022).
Politikus Golkar itu berpendapat bahwa untuk menyelesaikan kelangkaan ini, maka harus dilihat dari hulu terlebih dahulu persoalannya yaitu dari sejak produksi yaitu harga pokok produksi bahan baku (CPO) dan minyak goreng itu sendiri hingga kondisi pasar global dan domestik.
"Di sini lah harus ada intervensi pemerintah melalui kebijakan tata kelola dan tata niaga dari industri CPO dan minyak goreng," ujarnya
Oleh karena itu, ia berpandanga bahwa mitigasi haruslah terstruktur dan bersifat jangka panjang untuk menjaga dinamika industri dan harga di tingkat konsumen. Untuk hal ini, Dedi menyebut ada banyak instrumen yang bisa dipakai, apakah itu kewajiban persentase penjualan di dalam negeri (DMO), rekayasa perpajakan, subsidi pemerintah atau konstribusi BPDPKS.
"Intervensi di tingkat hilir melalui operasi pasar itu sifatnya hanya temporer dan tidak sustainable. Malah seringkali menimbulkan persoalan baru dan bias di lapangan seperti yang terjadi saat ini," tututnya.
Menurutnya, pemerintah harus duduk bersama dengan pelaku industri untuk menyusun sebuah roadmap yang saling menguntungkan, bersifat jangka panjang dan sistemik. Dia pun mencontohkan bagaimana saat pemerintah menjaga stabilitas harga sebagi rujukan.
Sehingga, yang perlu dipastikan adalah menjaga keseimbangan dinamis antara potensi pasar global yang mendatangkan keuntungan, dengan daya beli masyarakat di tingkat domestik.
"Pada saat harga pasar global tinggi, pelaku industri harus memikirkan kebutuhan di tingkat domestik. Sementara di saat harga di pasar global rendah, pemerintah harus memikirkan keberlanjutan usaha para pelaku industri. Jadi memang diperlukan konsensus bersama," pungkasnya. (TYO)