Nasib Industri Tekstil Suram Terguncang PHK, Sahamnya Terbenam
Industri tekstil dalam negeri masih diselimuti ketidakpastian ekonomi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini masih terus terjadi sampai saat ini.
IDXChannel – Industri tekstil dalam negeri masih diselimuti ketidakpastian ekonomi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini masih terus terjadi sampai saat ini.
Hal tersebut disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi.
Ristadi mengatakan, ada lebih dari 10 ribu pekerja tekstil di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang terkena PHK sepanjang 2024, terhitung sejak Januari hingga Mei lalu.
"Akhir Mei kami rilis data PHK Januari sampai dengan Mei 2024, ada 10.800 (terkena PHK) di industri sektor tekstil," kata Ristadi dikutip IDN Times, Minggu (9/6/2024).
Tak berhenti pada Mei, Ristadi mengatakan, Pengurus KSPN mendapatkan update terbaru per hari ini atau 9 Juni 2024 adanya tambahan lebih dari 3 ribu orang terkena PHK. Menurut Ristadi, total terdapat 13.800 orang yang terkena PHK.
Padahal, berdasarkan data prompt manufacturing index BI (PMI-BI), pada periode triwulan I-2024, industri tekstil dan pakaian jadi meningkat dan berada pada fase ekspansi dengan indeks sebesar 57,40 persen.
Demikian juga industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki sebesar 55,36 persen. Selanjutnya, kinerja industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki pada triwulan II-2024 bahkan diperkirakan akan berada pada fase ekspansi dengan indeks tertinggi yaitu sebesar 61,07 persen.
Menurut data Kementerian Perindustrian, dilihat dari sisi capaian realisasi investasi, nilai investasi sektor industri tekstil dan pakaian jadi, serta industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki juga mengalami peningkatan.
Nilai investasi sektor tersebut semakin meningkat di mana pada 2022 tercapai sebesar Rp24,6 triliun dan pada 2023 tercapai sebesar Rp27,9 triliun.
Pada triwulan I-2024 nilai investasi sebesar Rp6,9 triliun. Secara rata-rata pada 2022-2024, proporsi investasi industri tekstil sebesar 40 persen, industri pakaian jadi sebesar 20 persen, serta industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki sebesar 40 persen.
Capaian realisasi investasi yang stabil pada periode tersebut memperlihatkan produktivitas industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki masih menjanjikan.
Emiten Tekstil Menjerit
Sejumlah saham tekstil dan garmen di pasar modal Indonesia pun juga terdampak merana. Sebut saja dua emiten tekstil kenamaan PBRX - Pan Brothers Tbk (PBRX) dan Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) yang lebih dikenal sebagai Sritex.
Saham PBRX dan SRIL kini masing-masing berada di level Rp17 per saham dan Rp146 per saham usai keduanya masuk dalam Papan Pemantauan Khusus.
Dalam laporan keuangan per September 2023, PBRX mencatatkan penjualan sebesar USD431,59 juta, menurun 14,01 persen menjadi USD431,59 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD501,96 juta.
Penjualan PBRX masih ditopang oleh penjualan ekspor sebesar USD399,33 juta dan penjualan domestik sebesar US433,16 juta.
Rincian pembeli dari jumlah penjualan bersih adalah dari Adidas Sourcing Ltd dan Uniqlo masing-masing sebesar USD71,75 juta dan US461,86 juta. PBRX juga mendapatkan notasi "M" yakni adanya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Sementara Sritex merupakan perusahaan tekstil yang sempat terkenal menjadi pembuat seragam tentara di dunia. Saham SRIL kini memiliki notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia yaitu "E" yang berarti laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif berdasarkan laporan keuangan Kuartal III-2022.
Ekuitas negatif atau defisit modal adalah kondisi di mana liabilitas alias utang lebih besar dari posisi aset yang dimiliki yang menunjukkan perusahaan semakin dekat dengan kebangkrutan.
Selain kode E, Sritex juga mendapatkan notasi "M" yakni adanya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kemudian "X" yang berarti perusahaan ini memenuhi kriteria Efek Bersifat Ekuitas Dalam Pemantauan Khusus.
Perdagangan saham SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 dan berakhir pada Maret 2024 yang artinya telah memasuki bulan ke-34.
Berdasarkan laporan keuangan terakhir September 2023, Sritex membukukan kerugian bersih USD174,84 juta dan penurunan penjualan hingga 38 persen sepanjang tahun lalu. Angka ini merosot dari semula USD524,56 juta pada 2022 menjadi USD325,08 juta di 2023.
Penurunan penjualan terjadi di seluruh pasar, baik itu ekspor maupun domestik. Selain itu seluruh segmen penjualan mulai dari benang, pakaian jadi, kain jadi dan kain mentah juga mengalami penurunan tajam.
Pendapatan Sritex dari ekspor turun menjadi USD158,66 juta dari semula USD257,85 juta. Sementara itu penjualan domestik turun menjadi USD166,42 juta dari semula USD266,71 juta.
Hingga akhir Desember 2023, aset perusahaan turun 15 persen menjadi USD648,99 juta dengan utang perusahaan tercatat membengkak 3,75 persen menjadi USD1,60 miliar.
Langkah Pemerintah
Industri tekstil Indonesia telah lama menjadi salah satu pilar ekonomi negara ini dengan menyediakan peluang kerja dan berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan ekspor.
Namun dihadapkan pada dinamika global, termasuk kemajuan teknologi, perubahan preferensi konsumen, dan peningkatan persaingan, industri tekstil harus mampu beradaptasi dan berinovasi demi bertahan dan berkembang di era baru.
Menanggapi lesunya industri tekstil, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menerbitkan aturan baru, yakni Permenperin 5/2024.
Aturan itu, dipandang pelaku industri tekstil, dapat memulihkan dan memperkuat industri padat karya tekstil dan produk tekstil (TPT).
Sebagaimana diketahui, isi Permenperin itu berkaitan dengan tata cara penerbitan pertimbangan teknis impor tekstil, produk tekstil, tas dan alas kaki.
Permenperin itu bertujuan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memperoleh bahan baku bagi kelangsungan industrinya.
Permenperin itu juga merupakan tindak lanjut adanya aturan pelaksana dari Permedag 36/2023 yang diubah menjadi Permendag 3/2024 untuk mengelola importasi.
Tujuannya, Permendag itu diharapkan bisa menahan banjir impor produk TPT dan garmen ilegal ataupun legal di Indonesia. (ADF)