ECONOMICS

Nekat Mudik Denda Rp 100 Juta, Pengamat: Tidak Efektif karena Harus Lewat Pengadilan

Kiswondari Pawiro 21/04/2021 14:26 WIB

Penegakan hukum Pasal 93 UU 6/2018 harus melalui proses persidangan di pengadilan.

Penegakan hukum Pasal 93 UU 6/2018 harus melalui proses persidangan di pengadilan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah mengancam akan menerapkan sanksi denda Rp 100 juta bagi masyarakat yang nekat melakukan mudik hari raya Idul Fitri pada tanggal 6-17 Mei 2021 mendatang. Sanksi tersebut didasarkan pada Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menanggapi kebijakan itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta, Trubus Rahadiansyah menilai bahwa sanksi tersebut tidak akan efektif untuk membuat masyarakat mengurungkan niat mudiknya. Karena, penegakannya harus melalui keputusan pengadilan.

“Denda Rp 100 juta itu tidak akan efektif, law enforcement-nya sendiri nggak akan dilakukan. Karena apa? karena Pasal 93 UU 6/2018 itu harus melalui proses persidangan, pengadilan yang mutuskan, nggak bisa orang tiba-tiba didenda 100 juta,” kata Trubus saat dihubungi, Rabu (21/4/2021).

Trubus menjelaskan, Pasal 93 UU 6/2018 itu lebih tepat jika diterapkan untuk pihak yang menghalang-halangi bukti terkait kekarantinaan kesehatan. Seperti misalnya, kasus Rizieq Shihab yang saat ini tengah berporses di pengadilan.

“Itu kalau menghalang-halangi bukti, itu nggak tepat untuk urusan dengan mudik itu nggak ada, ngak aa punya korelasi. Kalau orang menghalang-halangi seperti kasus pak Habib Rizieq baru bisa,” paparnya.

Kemudian, sambung dia, mudik ini adalah mohilitas, bukan kegiatan kerumunan. Terbukti selama ini, banyak kegiatan kerumunan yang dibiatkan saja, bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri melakukan kegiatan kerumunan.

“Wong kerumunan aja nggak bisa diterapkan, buktinya pak Presiden aja sering ngadakan kerumunan. Yang ngancam pake gitu-gitu nggak paham maksudnya Pasal 93 UU itu,” tukas Trubus. (TIA)

SHARE