Neraca Dagang RI Surplus 65 Bulan Beruntun, Begini Reaksi Mendag
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan, tren surplus neraca perdagangan merupakan bukti kuatnya daya saing ekspor Indonesia di tengah dinamika.
IDXChannel - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan, tren surplus neraca perdagangan Indonesia yang terjadi selama 65 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, merupakan bukti kuatnya daya saing ekspor Indonesia di tengah dinamika perdagangan global.
Perolehan surplus pada September 2025 ini menambah surplus secara kumulatif periode Januari-September 2025 yang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
“Dalam situasi dinamika perdagangan global, kita mampu menunjukkan kinerja yang baik. Surplus kita naik USD11,30 miliar dari USD22,18 miliar pada Januari-September 2024 menjadi USD33,48 miliar pada Januari-September 2025,” katanya di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Pria yang akrab disapa Busan itu menyampaikan, kinerja positif ini terutama ditopang oleh surplus sektor nonmigas sebesar USD47,20 miliar, yang menutupi defisit migas sebesar USD13,71 miliar.
Beberapa negara mitra utama turut berkontribusi terhadap surplus perdagangan nonmigas Indonesia. Amerika Serikat (AS mencatat surplus terbesar mencapai USD15,70 miliar, disusul India USD10,52 miliar, dan Filipina USD6,45 miliar.
Nilai ekspor Indonesia pada September 2025 tercatat USD24,68 miliar, turun tipis 1,14 persen dibanding Agustus 2025 (MoM). Namun, naik signifikan 11,41 persen dibanding September 2024 (YoY). Kenaikan tahunan ini ditopang oleh ekspor nonmigas yang tumbuh 12,79 persen.
Secara kumulatif, kata dia, total ekspor Januari-September 2025 mencapai USD209,80 miliar, naik 8,14 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Ekspor nonmigas tumbuh lebih tinggi, yakni 9,57 persen menjadi USD199,77 miliar.
“Tiga komoditas nonmigas utama dengan pertumbuhan ekspor tertinggi adalah kakao dan olahannya yang naik 68,75 persen, aluminium dan turunannya naik 68,22 persen, serta produk kimia naik 51,08 persen,” ujar Busan.
Sektor industri pengolahan masih mendominasi ekspor dengan kontribusi 80 persen, disusul pertambangan (12,74 persen), migas (4,78 persen), dan pertanian (2,48 persen).
Secara kumulatif, ekspor pertanian naik tertinggi sebesar 34,33 persen (CtC). Ekspor industri pengolahan juga naik sebesar 17,02 persen, namun sektor pertambangan dan lainnya turun 23,70 persen serta migas turun 14,09 persen (CtC).
“Penurunan ekspor sektor pertambangan dan lainnya disebabkan oleh tren penurunan harga batu bara di pasar global,” kata dia.
Dari sisi impor, nilai transaksi pada September 2025 tercatat USD20,34 miliar, naik 4,42 persen dibanding Agustus dan tumbuh 7,17 persen secara tahunan. Impor terdiri dari migas sebesar USD2,64 miliar dan nonmigas USD17,70 miliar.
Secara kumulatif, impor Januari–September 2025 mencapai USD176,32 miliar, meningkat 2,62 persen (CtC). Peningkatan ini disebabkan oleh naiknya impor nonmigas sebesar 5,17 persen, sementara impor migas justru turun 11,21 persen.
Struktur impor Indonesia masih didominasi oleh bahan baku atau penolong (70,55 persen), disusul barang modal (20,36 persen) dan barang konsumsi (9,09 persen). Busan menambahkan, impor barang modal meningkat 19,13 persen, menunjukkan aktivitas industri yang terus bergulir.
“Sekitar 70 persen impor kita berupa bahan baku atau penolong, artinya kegiatan produksi dalam negeri masih kuat. Ini menandakan sektor industri tetap aktif menopang perekonomian nasional,” katanya.
(Dhera Arizona)