ECONOMICS

Neraca Transaksi Negatif hingga Pelemahan Ekspor, Intip Kondisi Ekonomi RI Jelang Semester II-2024

Maulina Ulfa 20/05/2024 17:01 WIB

Teranyar, Bank Indonesia (BI) menyampaikan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I-2024 mencatat defisit USD2,16 miliar (0,6 persen dari PDB).

Neraca Transaksi Negatif hingga Pelemahan Ekspor, Intip Kondisi Ekonomi RI Jelang Semester II-2024. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Sejumlah data ekonomi Indonesia pekan ini kurang memuaskan. Teranyar, Bank Indonesia (BI) menyampaikan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I-2024 mencatat defisit USD2,16 miliar (0,6 persen dari PDB).

Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan selama empat kuartal berturut-turut dan terjadi pembalikan surplus sebesar USD2,77 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Jumlah tersebut merupakan defisit terbesar sejak kuartal II-2023, didukung surplus perdagangan yang menyempit tajam menjadi USD9,82 miliar dari USD14,72 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya karena melemahnya permintaan global.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2024 mencapai USD62,20 miliar atau turun 7,25 persen dibanding periode yang sama 2023. Sementara, ekspor nonmigas mencapai USD58,30 miliar atau turun 7,53 persen.

Pada saat yang sama, kesenjangan pendapatan primer mencapai USD8,94 miliar dibandingkan dengan defisit sebesar USD8,85 miliar pada tahun sebelumnya.

Sementara itu, surplus pendapatan sekunder sedikit menurun menjadi USD1,38 miliar dari sebelumnya USD1,45 miliar. Sementara itu, defisit transaksi jasa menurun menjadi USD4,42 miliar dari USD5,54 miliar.

Pada 2023, transaksi berjalan mengalami defisit sebesar USD1,88 miliar, menurun tajam dibandingkan surplus pada tahun sebelumnya sebesar USD13,21 miliar.

Di samping itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2025 diproyeksi sebesar 2,45-2,82 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Defisit fiskal 2025 diperkirakan 2,45 persen hingga 2,82 persen dari upaya menutup defisit dilakukan dengan pembiayaan inovatif prudent dan keberlanjutan dengan kendalikan risiko utang pada batas yang terkendali di level 37,98-38,7 persen PDB,” kata Sri Mulyani.

Angka ini juga lebih tinggi dari target awal APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen terhadap PDB. 

Target terbaru ini juga lebih tinggi di banding defisit APBN 2022 yang tercatat sebesar 2,35 persen dan menjadi bukti kuatnya pemulihan ekonomi Indonesia pasca Covid-19.

Sementara berdasarkan undang-undang, jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3 persen dari PDB tahun bersangkutan. Hal ini amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 menetapkan batas defisit APBN.

Di tengah seretnya posisi keuangan RI, realisasi pendapatan APBN hanya mencapai Rp493,2 triliun per 15 Maret 2024. Angka ini setara dengan 17,6 persen dari target pendapatan 2024 yang sebesar Rp2.802,3 triliun, terkontraksi 5,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy).

Rancangan APBN tahun 2025 juga memprediksi pertumbuhan ekonomi akan melambat tahun depan di kisaran 5,1 persen-5,5 persen, lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya antara 5,3 persen-5,6 persen.

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada kuartal I-2024 didukung oleh permintaan domestik yang lebih tinggi. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,91 persen (yoy) seiring dengan pelaksanaan Pemilu 2024, hari libur nasional, dan cuti bersama. 

Sementara inflasi diproyeksikan di kisaran 1,5 persen-3,5 persen dan pergerakan rupiah tahun depan di rentang Rp15.300-Rp16.000/USD.

"Kita patut bersyukur di tengah berbagai guncangan yang kita hadapi. Ketahanan ekonomi Indonesia terjaga," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna ke-17 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024, Senin (20/5/2024).

Dari indikator minat asing terhadap pasar obligasi Indonesia, data BI mencatat berdasarkan data transaksi 13 – 16 Mei 2024, nonresiden alias asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp22,06 triliun terdiri dari beli neto Rp5,30 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,40 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp19,17 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Namun, sepanjang 2024, berdasarkan data hingga 16 Mei 2024, nonresiden jual neto Rp42,27 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,05 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp53,18 triliun di SRBI.

Porsi kepemilikan SBN alias utang juga masih didominasi oleh BI dengan porsi kepemilikan mencapai 23,10 persen, diikuti oleh perbankan sebesar 22,23 persen. Sementara asing hanya memiliki porsi kepemilikan SBN sebesar 14,04 persen.

Ini mencerminkan BI mendominasi pasar utang domestik ketimbang investor di luar bank sentral. (ADF)

SHARE