Okupansi Hotel Secara Nasional Turun Hampir 5 Persen, Lebih Rendah dari 2022
Secara rata-rata nasional tingkat okupansi hotel tahun ini berada di kisaran 47 persen dan masih mencatatkan kontraksi secara tahunan (year on year).
IDXChannel - Industri perhotelan nasional dipastikan menghadapi tahun yang berat sepanjang 2025. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat tingkat okupansi hotel secara nasional mengalami penurunan hampir 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya, bahkan lebih rendah dibandingkan capaian pada 2022.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengungkapkan, secara rata-rata nasional tingkat okupansi hotel tahun ini berada di kisaran 47 persen dan masih mencatatkan kontraksi secara tahunan (year on year).
"Okupansi hotel tahun ini relatif menurun ya, minus hampir sekitar 5 persen kalau dibandingkan tahun lalu. Bahkan kalau dibandingkan 2022, kita juga bisa lebih rendah," ujar Maulana saat dihubungi IDXChannel, Jumat (26/12/2025).
Ia menjelaskan, hingga mendekati akhir tahun, belum terlihat adanya faktor pendorong yang cukup kuat untuk membalikkan tren penurunan tersebut. Menurutnya, realisasi okupansi hingga tutup tahun diperkirakan tidak akan bergerak jauh dari kondisi saat ini.
"Nanti kita lihat ditutup tahun ini, tapi kan tidak mungkin bergerak terlalu jauh dari angka minusnya itu. Kesimpulannya, pasti tidak tumbuh di tahun ini," katanya.
Maulana menambahkan, kondisi tersebut turut memengaruhi proyeksi kinerja industri hotel pada periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026. Meski secara musiman Nataru biasanya menjadi momentum peningkatan okupansi, namun tahun ini dinilai masih sulit mencatatkan pertumbuhan signifikan.
Salah satu faktor utamanya adalah bencana alam yang melanda sejumlah daerah tujuan wisata utama, seperti di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. Wilayah-wilayah tersebut selama ini menjadi destinasi favorit wisatawan nusantara dengan kontribusi okupansi yang cukup besar saat libur akhir tahun.
"Daerah-daerah yang terdampak bencana tentu akan sangat terpukul. Akses jalan terkendala, mobilitas wisatawan menurun, sehingga kontribusinya terhadap okupansi nasional juga berkurang," ujar dia.
Selain bencana, tantangan lain yang membayangi periode Nataru adalah cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai wilayah. Kondisi tersebut membuat wisatawan cenderung membatasi perjalanan jarak jauh dan lebih berhati-hati dalam merencanakan liburan.
Dengan berbagai tekanan tersebut, PHRI menilai periode Nataru tahun ini lebih berperan sebagai penahan penurunan (buffer) dibandingkan sebagai pendorong pertumbuhan industri perhotelan.
"Harapannya Nataru bisa menahan agar penurunannya tidak lebih dalam. Tapi untuk mendorong pertumbuhan, itu masih berat," kata Maulana.
(kunthi fahmar sandy)