ECONOMICS

Optimisme Pelaku Industri Turun, PMI Manufaktur RI Melambat ke Level 50,7

Nia Deviyana 01/07/2024 17:31 WIB

Meski ekspansif, angka ini menurun dibandingkan PMI Manufaktur Mei 2024 yang berada di level 52,1.

Optimisme Pelaku Industri Turun, PMI Manufaktur RI Melambat ke Level 50,7. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur RI pada Juni 2024 tercatat ekspansif di level 50,7. Meski demikian, angka ini menurun dibandingkan PMI Manufaktur Mei 2024 yang berada di level 52,1.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menggarisbawahi laporan S&P Global yang menyebutkan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur kehilangan momentum pada Juni 2024. 

"Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan yang lebih lambat pada output, permintaan baru, serta penjualan. Kondisi tersebut juga memengaruhi kepercayaan diri terhadap output 12 bulan mendatang, yang tidak bergerak dari posisi terendah seperti bulan Mei lalu dan satu di antara yang terendah dalam rekor," kata Febri melalui keterangan tertulis, Senin (1/7/2024).

Febri mengatakan sektor industri saat ini memang sudah masuk ke kondisi alarming, di mana optimisme para pelaku industri terhadap perkembangan bisnis mendatang menurun. 

"Hal ini dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan pesanan baru yang dipengaruhi oleh kondisi pasar, restriksi perdagangan di negara lain, juga regulasi yang kurang mendukung," kata Febri.

Regulasi yang dimaksud, menurut Febri, adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Peraturan tersebut merelaksasi impor barang-barang dari luar negeri yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri. Hal ini menyebabkan turunnya optimisme para pelaku industri, yang berpengaruh pada penurunan PMI.

"Tidak seperti sebagian negara peers yang mengalami kenaikan PMI manufaktur, di Indonesia turun cukup dalam. Perlu adanya penyesuaian kebijakan untuk mendongkrak kembali optimisme dari pelaku Industri," kata dia.

Penyesuaian kebijakan atau policy adjustment yang diperlukan antara lain mengembalikan pengaturan impor ke Permendag No. 36 Tahun 2023, serta pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk sejumlah komoditas.

Adapun negara-negara manufaktur global seperti China, India, Taiwan, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam mengalami kenaikan ekspansi. 

Di wilayah ASEAN, PMI manufaktur Thailand naik dari 50,3 pada Mei 2024 menjadi 51,7 di Juni 2024, sedangkan Vietnam naik tajam dari 50,3 pada Mei 2024 menjadi 54,7 di Juni 2024.

Kondisi darurat yang dialami industri manufaktur dapat dilihat dari fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan penurunan permintaan pasar global dan membanjirnya produk impor yang "dilempar" ke pasar dalam negeri akibat restriksi perdagangan oleh negara-negara lain. 

"Apabila Indonesia tidak menerapkan peraturan terkait hal tersebut, produk-produk impor akan semakin membanjiri pasar dan memukul mundur produk-produk dalam negeri," kata Febri.

(NIA)

SHARE