ECONOMICS

Outlook Ekonomi RI di 2024, Mengejar Pertumbuhan PDB 5 Persen

Maulina Ulfa - Riset 19/01/2024 15:23 WIB

Pertumbuhan ekonomi Indonesia memasuki 2024 diprediksi akan beragam.

Outlook Ekonomi RI di 2024, Mengejar Pertumbuhan PDB 5 Persen. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Pertumbuhan ekonomi Indonesia memasuki 2024 diprediksi akan beragam. Outlook ekonomi makro RI diramal akan dipengaruhi baik oleh sejumlah sentimen global maupun domestik.

Dalam pertemuan terbarunya, Bank Indonesia (BI) juga memutuskan untuk menahan suku bunga acuan pada pertemuan awal di 2024. Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 Januari 2024 menetapkan suku bunga acuan BI tak berubah di level 6 persen. BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.

Dengan kondisi suku bunga yang masih cukup tinggi, pemulihan ekonomi Indonesia tahun ini diproyeksi terus berlanjut ditopang oleh permintaan domestik. 

Sejumlah ramalan makroekonomi Indonesia oleh beberapa lembaga menyebutkan ekonomi Tanah Air akan bertumbuh di kisaran angka 5 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)

 

  1. Pemerintah

Presiden Joko Widodo dalam penyampaian asumsi dasar ekonomi makro 2024 menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2024 diprediksi berada pada angka 5,2 persen. Beleid ini tertuang dalam pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangannya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2023-2024 pada 16 Agustus 2023.

Melansir Kementerian Keuangan, Pendapatan Negara 2024 diestimasi sebesar Rp2.802,3 triliun, dengan sumber terbesar dari dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.309,9 triliun, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp492 triliun.

Belanja negara dalam APBN Tahun 2024 direncanakan sebesar Rp3.325,1 triliun, dengan alokasi terbesar untuk Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.467,5 triliun, serta Transfer ke Daerah sebesar Rp857,6 triliun.

Pembiayaan investasi pada tahun 2024 akan mencapai target sebesar Rp176,2 triliun dengan pendekatan yang selektif dan intensif, termasuk pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU).

  1. Bank Indonesia

Bank Indonesia telah menetapkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 4,7–5,5 persen secara year on year (yoy) pada 2024. Ini merupakan kisaran yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan pada tahun 2023 (4,5–5,3 persen yoy). Sementara itu, perkiraan Bank Indonesia bahkan lebih tinggi untuk pertumbuhan PDB RI tahun 2025, yaitu pada kisaran 4,8–5,6 persen yoy.

Sebelumnya BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dalam kisaran 4,5-5,3 persen. Kondisi ini didorong oleh konsumsi dan investasi sejalan dengan akselerasi belanja pemerintah pada akhir tahun dan percepatan penyelesaian beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN).

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2023 juga mencatat surplus sehingga mendukung ketahanan eksternal. Surplus neraca perdagangan berlanjut pada Desember 2023 yang tercatat USD3,3 miliar dipengaruhi oleh kinerja ekspor komoditas utama Indonesia seperti batu bara serta besi dan baja. Namun tren ekspor komoditas SDA ini mengalami tren pelemahan sepanjang semester II 2023.

  1. Bank Dunia

Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap tangguh pada 2024. Indonesia juga akan menghadapi tren inflasi yang menurun, dan mata uang yang stabil. Dalam laporan Prospek Perekonomian Indonesia, pertumbuhan PDB RI diperkirakan akan sedikit menurun menjadi rata-rata 4,9 persen pada tahun 2024-2026 dari sebelumnya 5 persen pada 2023 karena lonjakan harga komoditas yang mulai melemah.

Konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pada tahun 2024. Investasi dunia usaha dan belanja publik juga diperkirakan akan meningkat sebagai dampak dari reformasi dan proyek-proyek pemerintah yang baru.

Inflasi diperkirakan akan menurun menjadi 3,2 persen pada tahun 2024 dari rata-rata 3,7 persen pada 2023, sesuai dengan target Bank Indonesia.

Menurunnya inflasi mencerminkan melemahnya harga komoditas dan kembalinya tingkat pertumbuhan permintaan domestik ke tingkat normal setelah pemulihan pascapandemi. Pada saat yang sama, terdapat tekanan kenaikan pada harga pangan akibat dampak pola cuaca El-Niňo, yang dapat mengganggu produksi pangan di beberapa tempat.

Di tengah kondisi ini, ekspor jasa diharapkan mendapat manfaat dari pemulihan pariwisata yang berkelanjutan, sementara harga komoditas yang lebih rendah dan pertumbuhan global yang lebih lemah akan menghambat ekspor barang.

Pendapatan pemerintah sebagai bagian dari PDB diperkirakan akan meningkat seiring dengan terwujudnya dampak reformasi perpajakan, sementara belanja pemerintah diperkirakan akan secara bertahap kembali ke tingkat sebelum pandemi.

Meski demikian, Bank Dunia mewanti-wanti perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih ke kondisi sebelum pandemi. Hal ini mencerminkan dampak buruk dari pandemi ini, termasuk pada pasar tenaga kerja dan pertumbuhan produktivitas.

Prospek perekonomian secara keseluruhan mempunyai risiko-risiko negatif, terutama yang berasal dari faktor eksternal. Di antaranya suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama di negara-negara besar dapat membebani permintaan global, meningkatkan biaya pinjaman, dan mempersulit peminjaman di pasar dunia. Selain itu, ketidakpastian geopolitik global dapat mengganggu rantai nilai ekonomi dunia.

  1. LPEM UI

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) memproyeksikan, iklim politik dan kondisi moneter global akan menjadi dua tema utama yang akan mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia di 2024.

Periode Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang akan memiliki dampak pada pertumbuhan dan berbagai indikator makroekonomi lainnya di 2024.

Di satu sisi, Indonesia akan melaksanakan Pemilu Serentak untuk pertama kalinya dari level nasional hingga kabupaten/kota. Sehingga, kondisi ini mendorong terjadinya injeksi likuiditas dalam jumlah besar ke perekonomian akibat adanya pengeluaran kampanye dan belanja publik. 

Besarnya dampak pengganda di perekonomian akan memicu konsumsi domestik selama tahun 2024. Namun, di sisi lain, panjangnya periode transisi kekuasaan hingga pemerintahan baru menjabat akan memperpanjang periode sentimen ‘wait-and-see’ oleh sektor swasta dan berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan investasi.

Ketatnya pasar tenaga kerja dan masih tingginya inflasi di beberapa negara maju mendorong berbagai bank sentral untuk menjaga rezim tingkat suku bunga ‘higher for-longer’.

Kondisi ketatnya kebijakan moneter global menggerus arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan menyulut terjadinya depresiasi pada mata uang.

Imbasnya, BI ‘terpaksa’ untuk secara aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing dan bahkan menaikkan tingkat suku bunga acuan untuk meredam fluktuasi nilai tukar.

Di 2024, LPEM UI berpandangan bahwa ruang untuk BI melakukan pelonggaran kebijakan moneter akan sangat dipengaruhi oleh posisi yang diambil oleh The Federal Reserve (The Fed). Apabila The Fed melanjutkan untuk menahan tinggi tingkat suku bunga acuannya, maka BI kemungkinan juga harus mengambil langkah serupa untuk menjaga spread suku bunga acuan.

Dalam skenario ini, tingginya suku bunga kredit akan memberikan tekanan pada pertumbuhan kredit di 2024. Lebih lanjut, kebijakan moneter kontraktif yang diadopsi berbagai bank sentral dunia memicu perlambatan permintaan global dan menekan harga komoditas. Hal ini berpotensi memiliki implikasi lanjutan terhadap Indonesia pada aspek perdagangan seiring tingginya ketergantungan ekspor terhadap harga komoditas.

Lalu, depresiasi yang berkelanjutan juga menimbulkan risiko inflasi impor. Mengingat 90 persen dari impor Indonesia adalah bahan baku dan barang modal, depresiasi akan meningkatkan ongkos produksi domestik, membahayakan performa sektor manufaktur yang akan mempengaruhi pertumbuhan investasi kedepannya.

Kombinasi dari arus modal keluar dan penurunan neraca perdagangan di tahun depan juga menimbulkan risiko naiknya defisit transaksi berjalan.

Secara keseluruhan, LPEM UI melihat pertumbuhan PDB Indonesia akan di kisaran 5,1 persen yoy di 2024.

  1. IMF

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh stabil di angka 5 persen pada 2023 dan 2024.

IMF juga memprediksi tingkat inflasi di dalam negeri akan melandai di kisaran 2,5 persen pada 2024. Perkiraan dari IMF ini diambil berdasarkan asumsi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia.

Menurut IMF, pertumbuhan ekonomi RI didasarkan pada kebijakan pemerintah yang mempertahankan kebijakan fiskal yang netral. Selain itu, dengan kebijakan pajak dan reformasi administrasi yang moderat, realisasi belanja negara, dan peningkatan belanja modal secara bertahap dalam jangka menengah, IMF melihat kondisi ekonomi RI tahun ini akan lebih resilien. (ADF)

SHARE