Panasnya Harga Beras di Tengah Gelontoran Bansos dan Impor
Masyarakat digegerkan dengan meroketnya harga beras ditambah kelangkaan pasokan di pasaran selama sebulan terakhir.
IDXChannel – Masyarakat digegerkan dengan meroketnya harga beras ditambah kelangkaan pasokan di pasaran selama sebulan terakhir.
Berbagai pihak menjelaskan bahwa fenomena kenaikan harga beras ini adalah hal yang wajar. Namun, benarkah demikian?
Jika menengok pasar, harga beras premium dan medium terindikasi semakin meroket terjadi menjelang gelaran pemilihan umum (Pemilu) 2024 dan terjadi sejak akhir tahun lalu.
Berdasarkan data panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Kamis (22/2/2024) pukul 10.00 WIB, beras premium diperdagangkan di level Rp16.320 per kilogram (kg) sementara beras medium diperdagangkan di level Rp14.210 per kg.
Berdasarkan kalkulasi IDX Channel, sejak Februari 2023, harga beras premium sudah naik 21,25 persen dan harga beras medium sudah naik 21 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Di tataran global, harga beras meningkat USD 0,73/CWT atau 4,14 persen sejak awal tahun 2024, level USD18,24/CWT menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan untuk komoditas ini.
Secara historis, harga beras mencapai titik tertinggi sepanjang masa di USD24,46/CWT pada bulan April 2008. Harga beras saat ini juga lebih rendah di banding era pandemi yang sempat mencapai USD20,4/CWT.
Penyebab Beras Mahal
Presiden Joko Widodo (Jokowi), misalnya, menjelaskan penyebab harga beras naik adalah karena produksi beras berkurang perubahan iklim yang ekstrim dan membuat gagal panen.
Sementara Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Edy Priyono, membeberkan alasan harga beras mahal saat ini. Menurutnya hal ini terjadi imbas dari suplai yang menurun.
Namun, tak hanya sebatas perubahan iklim, sejumlah faktor berikut juga menjadi penyebab meroketnya harga beras. Di antaranya penghentian ekspor negara-negara produsen utama seperti India dan penurunan produksi di Thailand sebagai eksportir utama beras. Sementara Indonesia masih menjadi salah satu net importir beras terbesar, setidaknya hingga tahun kemarin.
- Perubahan Iklim
Pemerintah mengklaim, kenaikan harga beras di pasar, baik tradisional maupun ritel modern dipicu oleh gagal panen sejak 2023 lalu.
Indonesia sendiri merupakan negara dengan konsumsi beras global terbesar keempat di dunia dengan kebutuhan 35,3 juta metrik ton sepanjang tahun lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)
Presiden Jokowi menjelaskan, gagal panen di sejumlah wilayah terjadi karena adanya anomali El Nino. Sehingga, fenomena tersebut berdampak buruk pada sektor pertanian di Tanah Air, salah satunya padi.
Dampak buruknya, jumlah produksi beras menjadi menurun. Sementara kebutuhan konsumsi masyarakat cenderung tetap atau bahkan mengalami peningkatan.
Jika menengok laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi beras global sepanjang 2022/2023 tercatat mencapai 507,4 juta metrik ton. Sementara untuk konsumsi beras global mencapai 521,37 juta metrik ton pada periode yang sama. Artinya, ada defisit pasokan mencapai 13,97 juta metrik ton.
Jumlah konsumsi ini juga tercatat meningkat sebesar 2,7 metrik ton, dari periode sebelumnya yang tercatat sebanyak 518,6 juta metrik ton pada 2021/2022.
Sementara melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023, luas panen padi diperkirakan sebesar 10,20 juta hektare dengan produksi padi sekitar 53,63 juta ton gabah kering giling (GKG). (Lihat grafik di bawah ini.)
Luas panen padi pada 2023 juga mengalami penurunan sebanyak 255,79 ribu hektare atau turun 2,45 persen dibandingkan luas panen padi di 2022 yang sebesar 10,45 juta hektare.
Produksi padi pada 2023 diperkirakan sebesar 53,63 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 1,12 juta ton GKG atau 2,05 persen dibandingkan produksi padi di 2022 yang sebesar 54,75 juta ton GKG.
Produksi beras pada 2023 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,90 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 645,09 ribu ton atau 2,05 persen dibandingkan produksi beras di 2022 yang sebesar 31,54 juta ton.
Jika kebutuhan konsumsi beras tahun lalu 35,3 juta metrik ton, maka ada defisit kebutuhan 4,4 juta ton untuk masyarakat.
- Penurunan Produksi dan Pelarangan Impor
Tak hanya Indonesia, Thailand yang dikenal sebagai salah satu eksportir beras terkemuka di dunia, juga memperkirakan akan terjadi penurunan produksi beras yang signifikan pada musim panen tahun 2023-2024.
Kantor Ekonomi Pertanian di bawah Kementerian Pertanian dan Koperasi Thailand memperkirakan negara ini akan mengalami penurunan produksi beras sebesar 871.000 ton (-3,27 persen) menjadi 25,8 juta ton. Penurunan ini terkait dengan fenomena cuaca El Niño yang menyebabkan pola cuaca tidak biasa.
Meskipun ada antisipasi penurunan produksi, harga beras Thailand juga terus meningkat untuk padi wangi hom mali Thailand, padi ketan, dan padi dengan kadar air 15 persen sejak awal tahun 2022.
Dalam sembilan bulan pertama 2023, harga rata-rata beras Padi Thai hom mali naik 13,3 persen.
Ekspor beras Thailand selama tujuh bulan pertama 2023 juga mengalami peningkatan baik kuantitas (30,2 persen yoy) dan nilai (51,8 persen yoy), masing-masing berjumlah 2,54 juta ton dan 40,8 miliar baht.
Sementara beras impor Indonesia pada Januari 2024 paling banyak juga didatangkan dari Thailand, yakni 237 ribu ton dengan nilai USD 153 juta.
Pakistan menjadi negara kedua pemasok beras Indonesia mencapai 129 ribu ton yang nilainya USD79,3 juta, serta dari Myanmar 41,6 ribu ton dengan nilai USD23,98 juta.
Sementara volume impor beras gabungan dari negara-negara lainnya hanya sekitar 35,4 ribu ton dengan nilai USD22,92 juta.
Akar persoalan beras mahal juga bersumber dari pelarangan ekspor yang dilakukan oleh India di akhir 2023 lalu.
Menanggapi kenaikan harga domestik dan ekspor, pada 2023 pemerintah India melarang ekspor beras putih non-Basmati. Tak hanya itu, India juga mengenakan bea masuk sebesar 20 persen pada ekspor beras setengah matang dan menetapkan harga ekspor minimum Basmati sebesar USD950 per metrik ton.
India memberlakukan pembatasan ekspor beras yang mengguncang pasar global pada 2023, sehingga menyebabkan harga mencapai titik tertinggi dalam beberapa tahun.
Menurut S&P Global Commodity Insight, harga tersebut kemungkinan akan bertahan setidaknya hingga paruh pertama 2024.
Turunnya produksi beras India 2023-2024 juga karena kondisi cuaca kering akibat fenomena cuaca El Nino.
Atase Departemen Pertanian AS di India memperkirakan total produksi beras di negara tersebut akan mencapai 128 juta ton pada periode 2023-2024 (Oktober-September) dibandingkan dengan 135,5 juta ton pada tahun sebelumnya.
Meski ada pembatasan perdagangan, harga beras lokal di India juga mengalami kenaikan meski di tengah musim panen 2023 sehingga mendorong pemerintah mengeluarkan peringatan kepada pengecer untuk menurunkan harga.
- Penyaluran Bansos
Menghadapi mahalnya dan langkanya pasokan beras dalam negeri, pemerintah Indonesia bergegas menyalurkan bantuan sosial (bansos) di awal tahun 2024.
Namun demikian, para pengusaha memandang pemberian bansos beras tidak efektif untuk menurunkan harga beras secara signifikan.
Stok cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,4 juta ton juga dianggap tidak mampu mengintervensi harga beras hingga akhir tahun ini.
Informasi saja, pemerintah kembali mengucurkan bansos dengan realisasi sebanyak 1.494.441 ton. Detailnya, tahap I sebanyak 640.590 ton (Maret-Mei 2023) dan tahap II sebanyak 853.851 ton (September-Desember 2023).
Data Bulog per 6 Februari 2024, realisasi penyaluran bantuan beras sepanjang 2024 mencapai 179.149 ton. Sementara realisasi untuk 2023 secara total mencapai 1,49 juta ton untuk tahap I dan tahap II.
Penyaluran bansos ini juga diduga membuat terjadinya kelangkaan beras di pasaran. Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah menilai kebijakan pemerintah yang melakukan jor-joran bansos beras diduga menjadi salah satu penyebab harga beras mahal dan stok langka di pasaran.
“Pemerintah harus segera mengatasi, apalagi disinyalir jor-joran bansos beras juga merupakan penyebab beras langka. Rakyat mengeluh harga makanan terus melonjak naik, masalah ini terkait tata kelola yang masih semrawut kemudian data pangan yang tidak akurat hingga insentif bagi petani berkurang, terbukti beras produksi Indonesia menjadi yang termahal di antara negara produsen beras,” kata Hidayatullah, Sabtu (17/2/2024).
Impor Menggila
Untuk mengatasi kebutuhan defisit ini, pemerintah melalui Bapanas menugaskan Perum Bulog untuk melakukan impor beras sebesar 2 juta ton pada 2024 ditambah 1,5 juta ton pada 2023.
Namun demikian, sebagai net importir beras, kenaikan harga beras global, ditambah melemahnya nilai tukar rupiah akibat era suku bunga tinggi akan membebani nilai impor yang bisa dipastikan akan meroket.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, kebijakan tersebut merupakan alternatif pahit yang harus ditempuh dalam kondisi produksi padi nasional yang tengah mengalami penurunan akibat perubahan iklim El Nino.
Dalam beberapa bulan terakhir pada tahun 2023, dampak El Nino baru dirasakan dua hingga tiga bulan setelahnya. Penurunan produksi tersebut mengakibatkan terjadinya defisit bulanan neraca beras pada Januari dan Februari di 2024 ini.
"Importasi ini merupakan alternatif pahit, tapi harus kita lakukan. Kita sama-sama ketahui kondisi produksi padi nasional menurun akibat dampak climate change dan El Nino. Dampaknya kita rasakan beberapa bulan setelahnya, sehingga awal 2024 ini terjadi defisit bulanan neraca beras,” ungkap Arief dalam keterangan pers pada Selasa (16/1/2024) di Jakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan impor beras sebanyak 443,91 ribu ton per Januari 2024. Volume impor beras ini bahkan sudah melampaui volume impor tahunan saat pandemi Covid-19 sepanjang 2020, 2021, dan 2022. Tahun lalu, impor beras tembus 3,06 juta ton, tertinggi sejak 2014. (Lihat grafik di bawah ini.)
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mencatat, impor beras Januari 2024 juga hampir dua kali lipat lebih banyak dibanding Januari 2023 yang volumenya 243,66 ribu ton.
Dalam satu terakhir, ada kecenderungan terjadi lonjakan impor beras pada tahun-tahun menjelang Pemilu, yakni pada 2018 dan 2023.
Amalia pun menilai pola kenaikan atau penurunan volume impor beras nasional sulit dipetakan.
"Impor beras ini tergantung kepada kebijakan, sehingga pola-pola impornya tidak ada yang bisa kami ketahui secara pasti, karena tergantung dari kebijakan impor yang ditetapkan pemerintah," kata Amalia dalam konferensi pers, Kamis (15/2/2024).
Meski demikian, menurut Amalia beras impor ini tidak langsung dilepas ke pasar, tapi mengikuti kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
"Impor beras ini tergantung kepada kebijakan, sehingga pola-pola impornya tidak ada yang bisa kami ketahui secara pasti, karena tergantung dari kebijakan impor yang ditetapkan,” kata Amalia dalam konferensi pers, Kamis (15/2/2024).
Saham Beras Raup Cuan, Rakyat Makin Menjerit
Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa kenaikan harga beras yang melonjak dapat berkontribusi pada tingkat inflasi di Tanah Air.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aida S Budiman yang mengatakan inflasi beras pada Januari 2024 berdampak 0,64 persen terhadap kenaikan secara month to month dan menjadi penyebab tingginya inflasi volatile foods.
Tak berhenti sampai disitu, mahalnya harga beras ini memicu warga Kota Cimahi, Jawa Barat memburu bantuan pangan. Bahkan, warga rela antre hingga berdesak-desakan untuk mendapatkan bantuan beras gratis tersebut.
Seperti yang terpantau di Makodim 0609/Cimahi, Jalan Gatot Subroto, Kota Cimahi pada Rabu (21/2/2024), warga berbondong-bondong memburu beras gratis yang dibagikan pemerintah lewat program bantuan cadangan pangan.
Bak berkah terselubung, saham emiten produsen beras di Tanah Air yang notabene merupakan pemasok beras swasta menguat di tengah naiknya harga makanan pokok tersebut di pasaran.
Kedua saham beras, yakni PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI) dan PT Wahana Inti Makmur Tbk (NASI), ditutup menguat pada perdagangan Kamis (20/2/2024).
Saham NASI menguat 1,32 persen di level Rp77 per saham pada perdagangan sesi II Kamis (22/2) pukul 14.29 WIB.
Saham NASI ditutup datar alias sideways pada sesi sebelumnya dengan volume perdagangan mencapai 8,54 juta dan nilai transaksi Rp653,08 juta pada sesi kemarin di tengah terus menguatnya harga beras hingga hari ini. Dalam sepekan, saham NASI masih meroket 11,59 persen.
Sementara, saham HOKI juga naik 3,28 persen di level Rp189 per saham. Di sesi sebelumnya, saham HOKI ditutup turun 2,66 persen dengan nilai transaksi mencapai Rp5,47 miliar dan volume perdagangan mencapai 28,84 juta di sesi Rabu (21/2). Dalam sepekan saham HOKI menguat 6,82 persen dan selama 6 bulan terakhir, saham ini sudah meroket 121,18 persen.
Secara year to date (YTD), saham NASI bergerak datar dan saham HOKI menguat 8,67 persen.
Riset Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) sudah memperingatkan bahwa Perum Bulog seharusnya membantu memastikan ketahanan pangan dengan cara terlibat dalam rantai pasok domestik.
“Perum Bulog diwajibkan untuk mengelola stok beras nasional dan mendistribusikannya sebagai bantuan langsung.Akan tetapi, mereka pun memiliki tantangan tersendiri, baik di tingkat hulu maupun hilir,” ujar peneliti CIPS Galuh Octania dalam laporannya dikutip Kamis (22/2).
Namun, laporan CIPS menambahkan, semenjak program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) lebih mengandalkan pemasok swasta, distribusi stok beras negara yang dikelola Perum Bulog jadi terganggu.
Terlebih lagi, kualitas buruk stok beras di gudang Perum Bulog tidak bisa bersaing dengan beras dari pemasok swasta.
Di bawah kondisi tersebut, menurutnya peran Perum Bulog perlu ditelaah kembali. Sektor swasta harus memainkan peran yang lebih besar dalam pasar beras domestik dan Perum Bulog sebaiknya berpartisipasi dalam pendistribusian beras saat situasi darurat.
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 8 perlu direvisi guna mengizinkan Perum Bulog untuk fokus melindungi konsumen melalui program bantuan bencana.
“Sebagai solusi praktis jangka pendek untuk menurunkan harga beras dan meningkatkan efektivitas Perum Bulog maka monopoli Perum Bulog untuk impor beras kualitas menengah harus dihapuskan. Perusahaan swasta harus bisa mengakses sistem perizinan otomatis dan mengimpor beras kualitas menengah ke Indonesia,”pungkas Galuh. (ADF)