ECONOMICS

Pelopori Desa Wisata, Azim Raup Puluhan Juta Rupiah per Hari dari Bisnis Pemancingan

taufan sukma 20/03/2024 19:44 WIB

Berbekal modal pribadi dan sebagian pinjaman KUR dari BRI, Azim mulai membuka bisnis kolam pancing yang diberi nama Sindang Reret.

Pelopori Desa Wisata, Azim Raup Puluhan Juta Rupiah per Hari dari Bisnis Pemancingan (foto: MNC Media)

IDXChannel - Aliran sungai dan air yang mengalir telah membawa Herakleitos, seorang filsuf Yunani Kuno, ke dalam permenungannya tentang hidup, hingga melahirkan ungkapan epik yang dikenang sampai saat ini, "Panta rhei kai uden menei (segala sesuatu selalu mengalir, dan tidak ada kan akan tinggal menetap)."

Berbekal permenungan yang sama, meski tentu jauh dari epik seperti halnya Herakleitos, Azim, seorang pemuda desa di Cijeruk-Cinagara, mencoba mengubah hidup dengan berbekal derasnya aliran air di kawasan tempatnya tinggal tersebut.

"Di sini aliran airnya sangat berlimpah, cuma memang selama ini belum terlalu dimanfaatkan. Paling ada beberapa (warga) yang buka jasa cuci motor-mobil. Ini yang bikin saya penasaran, mau diapain. Akhirnya kepikiran bikin kolam pemancingan," ujar Azim, saat ditemui di kediamannya, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Perjuangan itu dimulai pada 2014 silam. Berbekal modal pribadi dan sebagian dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang didapat dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), pria bernama lengkap Muhamad Azim Sadikin itu membuka bisnis kolam pancing diberi nama Sindang Reret.

Pertama beroperasi, Kolam Pancing Sindang Reret hanya memiliki satu kolam saja. Azim membangunnya dengan biaya investasi sekitar Rp100 juta, dengan Rp25 juta di antaranya merupakan hasil pinjaman KUR dari BRI.

"Sisanya ya dari modal sendiri, jual-jual apa saja, gitu. Yang penting bisnis bisa jalan dulu," tutur Azim.

Puluhan Juta per Hari

Tak butuh waktu lama, bisnis kolam pancing Azim terus berkembang hingga memiliki sedikitnya 17 kolam, yang secara rutin beroperasi sejak Pk.06.00 WIB sampai Pk.18.00 WIB.

"Yang jelas maghrib sudah tutup, karena kalau diturutin mah, yang pada mancing penginnya 24 jam bisa (mancing). Mau tengah malam sampai ketemu subuh juga kalau kita mau (buka), pasti ada aja (pelanggan yang memancing). Kapan istirahatnya," ungkap Azim.

Namun demikian, meski hanya beroperai setengah hari saja, pundi-pundi keuntungan yang berhasil diraup Azim terbilang sangat menggiurkan.

Dari 17 kolam pancing yang dimiliki, Azim membaginya dalam tiga jenis pemakaian, yaitu sistem harian, borongan dan galatama (galatrik/galatama ngetrik).

Sistem pemancingan tersebut berpengaruh dengan kocek yang harus dirogoh oleh para pemancing dalam sekali sewa.

"Kalau harian, sewanya Rp53 ribu. Kalau hanya setengah hari, dari pagi ke siang atau siang ke sore sampai nanti tutup, sewanya Rp35 ribu," papar Azim.

Sedangkan untuk jenis permainan galatrik, setiap pemancing ditarif Rp75 ribu untuk tiap satu mata pancing, dengan durasi perlombaan selama 3,5 jam. Nantinya, saat waktu berakhir, pemancing dengan jumlah hasil ikan terbanyak bakal jadi pemenang, dan mendapat hadiah uang tunai, yang nominalnya disesuaikan dengan jumlah peserta saat itu.

"Lalu kalau sistem borongan, biasanya pemancing datang berkelompok lalu beli ikannya terserah, ada yang 20 kilogram, 50 kilogram. Atau kalau rombongannya banyak, bisa sampai satu kuintal (100 kuintal), dipancing sampai selesai. Harga ikan sekitar Rp35 ribu sampai Rp40 ribu, tergantung harga saat itu," urai Azim.

Artinya, dari satu kolam pancing saja, Azim bisa menghasilkan jutaan rupiah dalam sehari. Namun secara rata-rata, Azim menyebut bahwa jumlah pemancing yang datang setiap harinya berkisar 100 sampai 150 orang per hari.

"Sesepi-sepinya mah sekitar 100 orang (pemancing) per hari pasti lebih. Rata-rata sekitar 150-an (orang) sehari. Bahkan kalau rame, misal sabtu-minggu gitu, bisa sampai 200-an orang lebih," tandas Azim.

Dengan mengambil rata-rata terendah saja sekitar 100 orang pemancing per hari, dengan sistem sewa termurah harian Rp53 ribu per hari, maka paling sedikit Azim bisa mengantongi Rp5,3 juta dalam sehari. Jika menggunakan asumsi pengunjung ramai hingga 200 pemancing dalam sehari, maka angka tersebut bisa berlipat dua.

Budidaya Ikan

Tak hanya berbisnis kolam pancing, Azim juga mulai mengembangkan usahanya dengan menjajal budidaya ikan. Tak tanggung-tanggung, Azim bahkan sampai menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan mengambil sertifikasi profesi khusus di bidang budidaya ikan tawar.

"Seperti filosofi air saja. Jangan dibandung. Biarkan mengalir, berkembang, memberikan kehidupan. Nah saya juga belajar gitu. Kolam ikan kan butuh pasokan ikan. Ketimbang pasokannya terus bergantung pada orang lain, kenapa nggak sekalian bikin budidaya ikan. Jadi kita budidaya sendiri, dipasok ke kolam pancing kita sendiri. Ide saya seperti itu," ungkap Azim.

Maka, berbekal ilmu dari IPB dan dukungan finansial dari Bank BRI berupa pinjaman modal sebesar Rp150 juta, Azim mulai menekuni budidaya ikan sejak 2019. Dari sana, di luar bisnis kolam pancing, Azim kini juga telah memiliki 17 kolam untuk budidaya. Itu artinya, Azim kini secara total telah memiliki 34 kolam, yang dibangun di atas lahan seluas 8.000 meter persegi.

Dalam mengembangkan budidaya, Azim mengaku kini 100 persen berfokus pada jenis ikan Nila, karena harga jualnya yang relatif baik, dan banyak diminati, baik oleh para pemancing, maupun pembeli langsung untuk keperluan dimasak.

"Dulu sempat budidaya banyak (jenis ikan). Ada nila, bawal, ikan mas, patin, lele dan sebagainya. Tapi sekarang yang trending lebih ke nila, karena harganya lebih mahal dan dagingnya memang enak. Kalau jual langsung, saya kasih (harga) Rp30 ribu per kilogram. Kalau untuk pancing, malah bisa Rp35 ribu sampai Rp40 ribu per kilogram," kata Azim.

Dari 17 kolam budidaya yang dimiliki, Azim biasanya 'menanam' satu hingga dua kuintal bibit nila per kolam, dengan kisaran jumlah sekitar 5.000 ekor bibit per kuintal.

Dari setiap kuintal bibit yang ditanam tersebut, dalam tiga sampai empat bulan proses budidaya, Azim bakal mampu menghasilkan hingga sembilan kuintal ikan nila siap panen.

"Kalau mau hasilnya maksimal, ikannya gemuk-gemuk gitu, biasanya butuh waktu 3-4 bulan sampai panen. Dari 17 kolam, tiap satu sampai dua minggu, pasti ada (kolam) yang panen. Memang saya atur ganti-gantian gitu biar pasokan ke kolam pancing ada terus," papar Azim.

Dengan sekali panen menghasilkan sembilan kuintal ikan nila, dan dengan asumsi harga rata-rata sekitar Rp35 ribu per kilogram, maka dapat disimpulkan omzet Azim dalam sekali panen adalah sekitar Rp31,5 juta dari dari satu kolam saja. Dengan asumsi bahwa panen dilakukan setiap minggu sekali, maka secara rata-rata Azim dapat mengantongi pendapatan dari budidaya ikan sebesar Rp4,5 juta dalam sehari.

Jika ditambah dengan pemasukan dari bisnis kolam pancing, di mana Azim mengeklaim mampu menghasilkan minimal Rp1 juta per kolam dalam sehari, maka pendapatan Azim dari 17 kolam pancing miliknya bisa mencapai Rp17 juta per hari. Artinya, bila pendapatan dari dua pundi-pundi bisnisnya tersebut, Azim berhasil mengantongi pendapatan sebesar Rp21,5 juta per hari.

Pelopor Desa Wisata

Dengan omzet dan perputaran yang sebesar itu, maka pantas saja bila banyak tetangga dan warga sekitar Cijeruk yang tertarik mengikuti jejak Azim dengan berbisnis kolam pancing dan juga budidaya ikan.

Karenanya, Desa Cijeruk-Cinagara pun kini telah dikenal luas sebagai Desa Wisata Pemancingan yang cukup jadi jujugan favorit bagi para penghobi aktivitas memancing yang tinggal di kawasan Jabodetabek.

"Dan karena saya bisa dibilang pelopor lah, maka coba tanya saja ke komunitas-komunitas pemancing di Jabodetabek. Coba tanya, tahu nggak Kolam Pancing Sindang Reret di Cijeruk? Insya Allah, pasti pada kenal," ujar Azim, bangga.

Tak ingin hanya sukses sendiri, Azim kini juga telah menggagas kelompok petani ikan, yang berada dalam naungan pembinaan Bank BRI. Dengan begitu, para anggota kelompok tersebut juga berkesempatan mendapat fasilitas pinjaman permodalan dari BRI, seperti halnya Azim.

Lewat hasil 'didikan' Azim, kini sedikitnya 32 pembudidaya dan pebisnis kolam pancing di daerah Cijeruk telah menjadi nasabah kredit Bank BRI, dengan besaran pinjaman bervariasi, berkisar RP2,5 juta sampai Rp5 juta sebagai pinjaman awal.

"Nanti ketika bisnis terus berjalan, terus berkembang, pagu pinjaman juga dinaikkan dari BRI-nya," ungkap Azim.

Salah satu anggota kelompok petani yang sukses dari skema pembinaan BRI dan juga didikan Azim, adalah Dede Fauzi, yang tak lain adalah adik kandung dari Azim sendiri.

Mengikuti kesuksesan Sang Kakak, Dede yang memilih 100 persen fokus pada bisnis budidaya dan tidak terjun ke usaha kolam pancing, bisa menghasilkan ikan nila hingga 1,5 ton untuk sekali panen.

Itu artinya, dengan asumsi harga jual ikan nila sekitar Rp35 ribu per kilogram, maka Dede mampu mengantongi hingga Rp52,5 juta dalam sekali panen.

"Memang adik hasilnya lebih besar, karena dia full di budidaya, nggak main di kolam pancing. Sekali panen bisa dua kali lipat dari saya. Tentu, sebagai kakak, sekaligus juga yang mengajari dia dari nol sejak tidak tahu apa-apa soal budidaya, Saya tentu sangat senang dan bangga," tegas Azim. 

Pagu 2024

Berkaca pada kesuksesan Azim dan Dede, pemerintah pun berkesimpulan bahwa keberadaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) memiliki dampak dan manfaat yang sangat besar dalam mendorong perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia.

Karenanya, pemerintah pun tak ragu untuk terus memaksimalkan pengalokasian anggaran negara, guna menopang pelaksanaan Program KUR secara nasional.

Seperti halnya pada 2024 ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian telah memasang target penyaluran hingga mencapai Rp300 triliun sampai akhir tahun.

Dari total target tersebut, BRI sebagai salah satu bank penyalur telah diberikan jatah pagu hingga Rp165 triliun. Dengan pagu tersebut, BRI tercatat sebagai bank penyalur KUR terbesar secara nasional.

"Kami berkomitmen penuh untuk dapat memenuhi target tersebut sebagai bentuk konkret dukungan perusahaan atas pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, dalam kesempatan terpisah.

Menurut Supari, pihaknya optimistis bahwa target tersebut cukup realistis untuk dipenuhi, mengingat telah tersedianya infrastruktur perusahan secara memadai.

Terlebih, BRI disebut Supari juga telah memiliki sumber pertumbuhan baru melalui Ekosistem Ultra Mikro bersama Pegadaian dan PNM. 

"Dari sisi infrastruktur, saat ini kami telah memiliki BRISPOT yang terus dioptimalisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan tenaga pemasar (mantri). Lalu, kami juga akan mengoptimalkan potensi dari ekosistem model bisnis baru seperti PARI dan Localoka," tutur Supari.

Di sepanjang 2023 lalu, BRI tercatat berhasil merealisasikan penyaluran Program KUR hingga Rp163,3 triliun. Nominal penyaluran sebesar itu disalurkan kepada sedikitnya 3,5 juta debitur.

"Penyaluran (KUR) mayoritas dari sektor produksi, dengan kontribusi mencapai 57,38 persen terhadap total nilai yang terealisasi," tegas Supari. (TSA)

SHARE