Pemberian Subsidi Kendaraan Listrik Diminta Tak Perparah Masalah Kemacetan
massifnya masyarakat membeli kendaraan listrik dikhawatirkan justru akan memperbDikhawatirkan, massifnya masyarakat membeanyak jumlah kendaraan secara nasional.
IDXChannel - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah untuk dapat memastikan bahwa pemberian subsidi kendaraan listrik dapat berjalan secara holistik dan berkelanjutan.
Hal ini lantaran pemberian subsidi didasarkan pada harapan agar masyarakat dapat semakin tertarik menggunakan kendaraan listrik.
Dikhawatirkan, massifnya masyarakat membeli kendaraan listrik justru akan memperbanyak jumlah kendaraan secara nasional, sehingga semakin menambah persoalan kemacetan yang selama ini terjadi.
"Jangan sampai pengembangan kendaraan listrik yang sangat penting untuk transisi energi ini justru menjadi gagal karena kebijakan pemerintah yang tidak holistik dan berkelanjutan," ujar Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Damantoro, dalam keterangan resminya, Minggu (9/4/2023).
Menurut Damantoro, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Tanah Air saat ini telah menembus angka Rp500 triliun. Angka tersebut jauh melampaui anggaran pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur kesejahteraan masyarakat.
Sementara, di sisi lain, Indonesia juga telah berkomitmen kepada dunia untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih bahkan cepat.
Strategi utama yang disiapkan untuk mengejar target tersebut yaitu transisi energi dari BBM ke listrik, melalui konversi teknologi kendaraan dari kendaraan BBM ke kendaraan listrik (electric Vehicle-EV).
"Transisi dari energi BBM yang saat ini masih disubsidi ratusan triliun merupakan pilihan kebijakan yang tidak mudah, sehingga di masa depan pemerintah harus punya cara untuk merekonsiliasikannya," tutur Damantoro.
Rekonsiliasi kebijakan transisi dan subsidi energi tersebut, menurut Damantoro, menjadi semakin penting karena subsidi BBM sektor transportasi selama puluhan tahun telah menciptakan keterjangkauan harga BBM yang semu, penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan, menyebabkan kemacetan, polusi udara, serta menggerus pajak rakyat.
Kebijakan subsidi kendaraan listrik dikatakan Damantoro tidak terlepas dari skenario Net Zero Emission (NZE) yang menargetkan 100 persen penggunaan motor listrik pada 2030 mendatang.
"Untuk itu, perlu disrupsi bagi pasar otomotif yang tiap tahunnya menjual satu juta mobil dan tujuh juta sepeda motor BBM," ungkap Damantoro.
Di lain pihak, pemberian subsidi kendaraan listrik dalam pandangan Damantoro merupakan sinyal positif kepada pabrikan agar berani mengambil keputusan investasi jangka panjang, yang tentu nilainya puluhan triliun rupiah, dengan tanpa mendorong munculnya kemacetan baru karena konsumsi berlebihan.
"Untuk itu, MTI mengingatkan pemerintah dapat merumuskan kebijakan subsidi secara cermat untuk responsif kritik yang mengatakan jika subsidi kendaraan listrik bakal salah sasaran dan mencederai keadilan masyarakat atau malah mendorong pembelian kendaraan baru yang akhirnya memperburuk kemacetan," papar Damantoro.
Lebih lanjut, Damantoro menganggap bahwa perlu ada penjelasan kepada masyarakat mengenai konsep subsidi yang sebenarnya yakni pemotongan pajak untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Dengan demikian masyarakat dapat memahami bahwa pemberian insentif tersebut dapat memicu perpindahan dari kendaraan BBM ke KBLBB.
"Perpindahan itu dapat mengurangi konsumsi BBM, sehingga mengurangi kehilangan devisa karena impor dan mengurangi subsidi BBM," tegas Damantoro. (TSA)