ECONOMICS

Pemerintah dan E-Commerce Teken Kesepakatan Hentikan Peredaran Barang Palsu

Advenia Elisabeth/MPI 06/10/2021 19:32 WIB

Pemerintah dan e-commerce teken kesepakatan untuk menghentikan penjualan barang palsu atau bajakan.

Pemerintah dan E-Commerce Teken Kesepakatan Hentikan Peredaran Barang Palsu (Dok.MNC Media)

IDXChannelPemerintah Indonesia termasuk di dalamnya e-commerce secara tegas berkomitmen menghentikan peredaran barang palsu dan bajakan yang selama ini beredar dipasaran, baik yang dijual secara offline maupun online.

“Hal ini sebagai komitmen kita dalam memberikan perlindungan kekayaan intelektual, menegakkan hukum di bidang kekayaan intelektual (KI) serta mengeluarkan Indonesia dari status Priority Watch List (PWL) yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR) atau Kantor Kamar Dagang Amerika Serikat karena dinilai memiliki tingkat pelanggaran KI cukup berat,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris Konferensi Pers  ‘Komitmen Pemerintah dan E-commerce dalam Penanggulangan Produk Bajakan’ secara virtual, Rabu (6/10/2021).

Komitmen tersebut tertuang melalui penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea dan Cukai) Kementerian Keuangan.

Selain itu juga, lima e-commerce besar yang cukup laris di Indonesia yaitu, Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli dan Lazada secara serempak melakukan deklarasi mendukung komitmen pemerintah dalam memberantas peredaran produk yang melanggar kekayaan intelektual (KI) di platform mereka.

Keseriusan pemerintah tersebut ditandai dengan dibentuknya Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) penanggulangan status PWL Indonesia di bidang KI yang terdiri dari DJKI, Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Instansi yang tergabung dalam satgas ops ini merupakan lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum, sehingga memudahkan dalam melakukan penegakan hukum ketika terjadi pelanggaran KI.

Dalam implementasi penegakan hukum pelanggaran KI, Freddy mengungkapkan bahwa tercatat sejak tahun 2016 hingga 2021, instansi yang tergabung dalam Satgas Ops ini telah berhasil menangani banyak tindak pidana KI.

“Setidaknya Polri telah menangani 958 perkara, dengan rincian 115 perkara dalam proses, 169 perkara sudah dinyatakan P-21, 656 perkara dikeluarkan SP3, 10 perkara diputuskan Henti Lidik dan 8 perkara dilakukan pelimpahan,” terangnya.

Sementara, lanjutnya, DJKI sendiri telah menangani 226 perkara, dengan rincian 115 perkara dalam proses, 4 perkara sudah dinyatakan P-21 dan 107 perkara dikeluarkan SP3.

Baginya, penegakan hukum KI ini menjadi hal yang penting untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Sebab, penegakan hukum KI menjadi salah satu indikator bagi sebagian besar negara investor yang ingin menanamkan modalnya ke Indonesia.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwasanya penilaian USTR yang menyematkan status PWL kepada Indonesia juga berpengaruh terhadap pemberian fasilitas Generalized System of Preference (GSP).

“GSP merupakan program penurunan tarif bea masuk yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada negara berkembang, termasuk Indonesia,” imbuhnya.

Dia bilang, pemberian fasilitas GSP ini dapat membantu meningkatkan kinerja usaha ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Di mana sebagian besar produk ekspor unggulan seperti produk agrikultur, tekstil, garmen, dan perkayuan akan memperoleh pemotongan bea masuk sebesar 5% yang berdampak pada meningkatnya daya jual produk tersebut.

“Apabila Indonesia masih berstatus PWL, maka AS akan menaikkan tarif bea masuk sebesar 7 persen yang itu akan dapat memberatkan pelaku usaha ekspor maupun investor yang menanamkan modalnya di Indonesia,” tukasnya. 

(IND) 

SHARE