Pemerintah vs Hacker 'Bjorka', Kebocoran Data Siapa yang Salah?
Di era teknologi, keamanan data pribadi menjadi penting. Jika terjadi kebocoran, bisa saja disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
IDXChannel - Dugaan kebocoran data pribadi kembali terjadi di Indonesia. Jumlahnya cukup fantastis mencapai 1,3 miliar data pribadi dari registrasi nomor telepon seluler. Kebocoran ini diduga diperjualbelikan oleh hacker atawa peretas di forum gelap.
Sebelumnya, data-data yang bocor ini diperjualbelikan di situs BreachForums (breached.to). Situs ini menjadi sorotan menyusul ditemukan banyaknya data pribadi yang bocor di dalamnya. Mulai data pelanggan PLN dan IndiHome, data Jasa Marga, data pendaftar kartu SIM, hingga yang terakhir data pegawai negeri sipil (PNS).
Publik juga disuguhi oleh perang pernyataan alias statement antara pemerintah dan hacker yang terjadi Selasa, (6/9). Pesan dari Hacker Bjorka berjudul "My Message to Indonesian Goverment" diunggah pada hari tersebut pukul 8.58 WIB. Pesan tersebut berisi nyiyiran kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang bertuliskan "stop being an idiot".
Pesan tersebut merupakan tanggapan Bjorka terhadap pernyataan Kominfo di media online, yaitu 'Kominfo Message to Hackers: If You Can, Don't Attack’.
Untuk diketahui, Bjorka sendiri merupakan sebuah akun di BreachForums yang mengunggah kebocoran 1,3 miliar data pendaftar kartu SIM. Data yang disebar mencakup NIK, No HP, provider, hingga tanggal registrasi.
Menanggapi hal ini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyayangkan sikap sebagian orang yang menganggap para hacker ini sebagai pahlawan.
Dalam konferensi pers yang digelar Senin, (5/9/2022), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, meminta agar masyarakat tidak selalu menyalahkan pemegang data karena dalam peretasan, terdapat dua pelanggaran.
"Sesuai dengan UU ITE, setiap pengendali data wajib menjaga keamanan dan kerahasiaan data. Mereka harus mempunyai sistem yang bertanggung jawab," kata pria yang kerap dipanggil Semy itu, Senin (5/9/2022).
"Tapi perlu diingat bahwa yang membocorkan data juga telah melakukan pelanggaran karena telah mengakses data orang lain tanpa izin. Sanksinya adalah pidana, jadi jangan seolah-olah mereka malah jadi pahlawan," lanjutnya.
Semy pun meminta agar seluruh pihak bekerja sama dalam menjaga keamanan data pribadi. Ia juga mengaku saat ini sudah memanggil semua operator seluler, Dukcapil, BSSN, tim Cyber Crime Polri, serta Dirjen PPI untuk melakukan investigasi.
Tanggung Jawab Siapa?
Dunia maya dapat bertransformasi menjadi hutan rimba yang dijalankan tanpa adanya kendali dari otoritas terkait. Potret inilah yang terjadi di Indonesia di mana kebocoran data atau data breach ini cukup meresahkan.
Perseteruan antara pemerintah dan Hacker yang tergambar menjadi peringatan penting bagi otoritas terkait untuk segera melakukan perbaikan keamanan siber.
Sementara, Indonesia saat ini melalui Kominfo tengah massif menggencarkan transformasi digital. Hal ini diatur dalam Roadmap Indonesia Digital 2021-2024 atau Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024.
Dalam roadmap tersebut, terdapat upaya pemerintah, pertama, dalam mempercepat penyediaan infrastruktur untuk memperluas akses masyarakat terhadap internet.
Kedua, mendorong adopsi teknologi. Ketiga, peningkatan talenta digital dan terakhir menyelesaikan regulasi pendukung yang bertujuan untuk menyiapkan masyarakat digital.
Sayangnya, berdasarkan data National Cyber Security Index (NCSI) peringkat keamanan siber Indonesia masih di bawah Brunei Darussalam di Asia Tenggara. Dengan indikator tersebut, NCSI mencatat index Indonesia masih berada di peringkat ke 6, jauh tertinggal dari negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Adapaun dalam skala global, Indonesia menduduki peringkat ke-83 dari 160 negara. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sumber: NCSI
Dalam hal merespon krisis, ternyata Indonesia juga memiliki index yang rendah, terutama dalam hal cyber crisis management hanya memperoleh index 1 dengan presentase hanya 20 persen.
Adapun NCSI membuat penilaian ini berdasarkan sejumlah indikator, seperti aturan hukum negara terkait keamanan siber, ada atau tidaknya lembaga pemerintah di bidang keamanan siber, kerja sama pemerintah terkait keamanan siber, serta bukti-bukti publik seperti situs resmi pemerintah atau program lain yang terkait.
Pemerintah tidak bisa begitu saja mengabaikan pesan hacker di era digital seperti sekarang. Keamanan siber termasuk mitigasi kebocoran data harus disikapi responsif dan tidak menimbulkan kegaduhan yang bisa mempengaruhi sentiment ekonomi dan sosial. (ADF)