Pengusaha Muda: Subsidi BBM Seperti Candu, Harus Dihilangkan
HIPMI menilai subsidi BBM seperti candu yang harus dihilangkan secara bertahap.
IDXChannel - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ditanggapi pengusaha muda yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). HIPMI menilai, kebijakan tersebut dilakukan pemerintah sebagai langkah terakhir untuk menjaga kredibilitas dan ketahanan fiskal negara.
"Subsidi mengalami pembengkakan akibat harga minyak dan elpiji yang banyak kita impor. Ditambah dengan pelemahan kurs rupiah. Tapi, pemerintah perlu memastikan agar kenaikan harga BBM tidak menyebabkan angka inflasi yang tinggi dan bertambahnya angka kemiskinan," kata Plt Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI, Eka Sastra di Jakarta, Minggu(4/9/2022).
Untuk itu, dia berpesan, agar program jaring pengaman sosial lebih dimatangkan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Salah satu tujuan dari kebijakan subsidi adalah redistribusi, agar distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah barang yang disubsidi menjadi dapat dijangkau oleh masyarakat yang miskin sekalipun.
"Subsidi BBM tampak tidak sejalan dengan tujuan tersebut karena ternyata orang miskin sedikit menggunakan BBM dari pada orang kaya. Sementara itu, subsidi BBM membutuhkan anggaran sangat besar," ungkap Eka.
Besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk subsidi BBM mengurangi kemampuan pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang lebih dibutuhkan oleh orang miskin, misalnya subsidi pendidikan dan kesehatan.
"Subsidi BBM dapat diibaratkan seperti candu yang membuat konsumen terlena dan menimbulkan ketergantungan. Untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut memang sulit, namun tentu bukan mustahil. Demi kebaikan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa, secara bertahap subsidi BBM harus dihilangkan," tegas Eka.
Menurut dia, kebijakan yang sudah dilakukan di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya menjadi awal yang sangat baik, karena perlu dilaksanakan konsisten.
Maka dari itu, pihaknya memiliki beberapa saran dan masukan berkaitan dengan upaya penghapusan kebijakan subsidi, alokasi anggaran subsidi BBM, mendorong produksi minyak bumi, dan peningkatan ketahanan energi.
"Pertama, mengembalikan aturan penetapan harga BBM sesuai dengan formula sebagaimana di atur oleh Perpres Nomor 191 tahun 2014. Harga biodiesel ditentukan oleh pasar yang efisien," tambahnya.
Lalu, ketakutan harga BBM berfluktuasi sehingga menyumbang pada inflasi bisa dikurangi dengan dana tabungan (semacam dana stabilisasi), on atau off PPN atau pungutan khusus, harga jual eceran BBM ditetapkan berdasarkan formula perhitungan harga patokan yang, sederhana dan mencerminkan keadaan sebenarnya (koefisien berdasarkan data up to date) dan memperkecil peluang manipulasi dan pemburuan rente.
"Jika subsidi, karena terpaksa masih harus diberikan. Subsidi BBM seyogyanya dapat mendorong rakyat melakukan perubahan pola konsumsi BBM dan restrukturisasi industri perminyakan," ucap Eka.
Tak hanya itu, setiap pengeluaran pemerintah untuk menutup perbedaan harga jual dengan harga pokok produksi dimasukkan sebagai pengeluaran subsidi.
"Perlu ada kepastian hukum, tegakkan aturan yang ada atau ubah aturannya. Menggalakkan eksplorasi dan eksploitasi dengan rezim yang fleksibel," kata dia.
Selanjutnya, mendorong percepatan pelaksanaan penggunaan sumber energi berkelanjutan dan ramah lingkungan (panas bumi, sinar matahari, air dan angin) dengan memperhatikan perkembangan penggunaan kendaraan listrik. (FAY)