Percepat Transisi Energi, Pemerintah Diusulkan Alihkan Sebagian Subsidi BBM ke EBT
Dana publik itu mencakup subsidi, insentif, bantuan, investasi dari BUMN atau pinjaman-pinjaman dari lembaga keuangan publik.
IDXChannel - Analis Kebijakan Energi International Institute for Sustainable Development (IISD) Anissa Suharsono mengusulkan pemerintah mengalihkan sebagian dana publik untuk membiayai transisi energi.
Dana publik itu mencakup subsidi, insentif, bantuan, investasi dari BUMN atau pinjaman-pinjaman dari lembaga keuangan publik.
Diungkapkan Anissa, dana publik ini sangat penting untuk digunakan lantaran kendalinya langsung dibawah pemerintah.
Menurutnya, salah satu skenario yang bisa dijalankan yaitu mengalihkan sebagian subsidi Bahan Bakar Minyak untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Kalau pemerintah serius mau menunjukkan komitmennya untuk bertransisi energi, salah satunya dengan mengalihkan sebagian subsidi bahan bakar fosil ke subsidi untuk enegri bersih," ujarnya dalam Expert Panel Yayasan Indonesia Cerah: Mendorong RUPTL Hijau yang Ambisius Setelah Komitmen JETP di Jakarta, Senin (21/8/2023).
Ia menuturkan, dalam jangka pendek, pengalihan subsidi ini akan membantu mengurangi aspek risiko berinvestasi energi bersih di Indonesia. Sementara dalam jangka panjang, langkah ini membantu secara permanen mengurangi persepsi risiko pada proyek-proyek energi bersih dan mengundang volume investasi pasar yang lebih besar.
Berdasarkan data yang dihimpun pihaknya sepanjang 2016 hingga 2020 sekitar 94,1 persen dari total bantuan yang diberikan pemerintah, masih dialokasikan untuk bahan bakar fosil seperti minyak dan gas (migas), batu bara, dan kelistrikan. Sedangkan untuk sektor EBT yang diberikan oleh pemerintah kurang dari 1 persen.
"Jadi artinya, dukungan pemerintah untuk bahan bakar fosil dan listrik jauh lebih tinggi dari EBT," tukasnya.
Lebih lanjut, Anissa berpendapat, subsidi energi yang lebih banyak digelontorkan untuk sektor fosil ini akan berbagai aspek.
"Bahayanya karena subsidi energi fosil itu penghalang untuk berkembangnya EBT. Karena mereka menciptakan insentif untuk terus produksi dan mengkonsumsi lebih banyak lagi bahan bakar fosil," tuturnya.
Selain itu, sambungnya, besarnya subsidi yang diberikan pada sektor bahan bakar fosil itu juga menciptakan kondisi yang tidak adil untuk investasi ke energi bersih.
"Karena banyaknya bantuan, banyaknya insentif itu membuat kesannya kalau berinvestasi di sektor fosil jauh lebih mudah dan menguntungkan dan jauh lebih menarik dibandingkan untuk di sektor energi bersih," tukasnya. (NIA)