Perekonomian Global Tidak Stabil, CORE: Ekonomi RI Masih Resilien Dibandingkan Negara Lain
Imbas perang dan kebiakan perdagangan di berbagai negara menimbulkan sejumlah ketidakpastian.
IDXChannel - Imbas perang dan kebiakan perdagangan di berbagai negara menimbulkan sejumlah ketidakpastian. Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menilai bahwa secara agregat, ekonomi RI masih cukup resilien dibandingkan negara lain.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, masih bisa menembus 5% di kuartal terakhir, dan dari sisi neraca perdagangan masih bisa surplus walaupun surplusnya sebetulnya tidak sehat.
"Adapun beberapa indikator lain, seperti nilai tukar Rupiah yang masih relatif oke, dan juga inflasi. Tapi kalau dilihat lebih dalam, bukan hanya pertumbuhan ekonomi 5%, tapi bagaimana distribusi atau perkembangan dari sisi konsumsi dan kesejahteraan antar golongan," ujar Faisal dalam IDX Channel Live Market Review di Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Dia mengatakan, hal ini khususnya untuk lapisan masyarakat menengah ke bawah ini sudah lebih lambat lagi dari sisi tingkat konsumsinya. Sehingga, ini yang mempengaruhi dari produksi industri manufaktur.
"Kita bisa melihat bahwa industri manufaktur di tengah kondisi global sekarang sebenarnya banyak bergantung pada konsumsi domestik. Tapi, kalau konsumsi domestik menengah ke bawah yang secara jumlah lebih banyak, walau secara value lebih tinggi milik golongan atas, ini tetap akan mempengaruhi tingkat produksi dari industri manufaktur dan bukan hanya industri besar, tapi juga pada industri yang lebih kecil termasuk UMKM," jelas Faisal.
Dia pun menyoroti performa ekspor komoditas unggulan Indonesia. Untuk komoditas batu bara, Faisal menyebut harga batu bara sudah semakin turun, tapi bagaimanapun tingkat harga batubara pada saat sekarang, walau dibandingkan tahun lalu turunnya tajam, tapi masih lebih tinggi dibandingkan kondisi pra pandemi.
"Sawit atau minyak nabati tadi dalam tren penurunan meski tidak setajam batu bara. Kalau dibandingkan dengan pra pandemi, harga minyak sawit sekarang masih lebih baik. Itu yang menopang dari sisi ekspor yang bisa dikatakan menopang surplus," ungkap Faisal.
DIa mengatakan, yang selanjutnya adalah besi baja sebagai golongan manufaktur yang di luar komoditas. Dari mulai pandemi sampai dengan sekarang, besi dan baja ini mengalami peningkatan dari sisi ekspornya, tidak lepas dari investasi yang masuk di industri hilirisasi mineral, terutama nikel.
"Ini mendorong peningkatan ekspor besi dan baja yang menjadi turunan dari nikel. Itu sebenarnya sudah terjadi dari masuk pandemi sampai sekarang, cuma memang dari tingkat daya dorong terhadap surplus tidak sekuat tahun 2022," pungkas Faisal.
(SLF)