Pertalite Lebih Boros dan Cepat Habis dari Pertamax, Ini Penjelasannya
Gaduh soal Pertalite lebih boros dan cepat habis dibanding Pertamax, begini penjelasan dari pengamat.
IDXChannel - Pengamat otomotif dan akademisi dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, mengungkapkan, alasan Pertamax disebut lebih irit ketimbang Pertalite. Itu karena kandungan oktan dalam jenis bahan bakar minyak (BBM).
"Semakin tinggi kompresi mesin, maka menuntut bahan bakar dengan oktan yang lebih tinggi. Pada mesin ini, bahan bakar oktan tinggi akan meningkatkan performa dan penghematan BBM," kata Yannes kepada awak media, Sabtu (24/9/2022).
Yannes menuturkan, pertalite merupakan BBM RON 90. Research octane number atau oktan 90 memiliki standar internasional kimiawi yang seragam di seluruh dunia.
Sementara itu, RON merupakan ikatan kimia pada fluida bahan bakar yang menentukan tingkatan kekuatan BBM menerima kompresi di dalam mesin motor bakar.
"Di samping secara instan akan membuat kendaraan kita bahkan jauh lebih boros. Karena, BBM-nya belum sampai ke bagian atas pistonnya, sebelum terpercik api dari busi, sudah terbakar sebelum waktunya. Akibat lainnya, mesin akan cepat mengalami overheating," katanya.
Dia menambahkan, pertamax dengan oktan yang lebih tinggi ideal untuk mesin-mesin kendaraan modern yang berkompresi antara 9:1 sampai 11:1. Sebab, ini akan mengoptimalkan efisiensi BBM-nya dan kinerja mesinnya. Makin tinggi kompresi ruang bakar, makin sempurna pembakaran yang dihasilkan.
Sementara itu, Dosen dari Kelompok Keahlian Konversi Energi ITB, Tri Yuswidjajanto Zaenuri mengatakan, PT Pertamina (Persero) harus mengecek penyaluran Pertalite di lapangan. Pengecekan sampai pemeriksaan itu penting dilakukan seiring maraknya isu bahwa Pertalite lebih boros ketimbang Pertamax.
“Kalau memang kenyataannya terjadi distorsi kualitas, akui saja dan dicari masalahnya datang dari mana supaya tidak terulang lagi,” kata Tri.
Dia mencontohkan, beberapa kasus yang terjadi sebelumnya, seperti pada 2010. Kala itu, terjadi distorsi kualitas bahan pompa bahan bakar kendaraan dari produsen yang merugikan konsumen. Lalu ada kasus BBM solar di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
"Jadi lubricity BBM turun sehingga banyak pompa bahan bakar yang rusak,” ujar Tri.
Masalah lain adalah impor BBM Premium yang menimbulkan kerusakan busi dan klep untuk mobil dan sepeda motor. Kasus ini terjadi di Bali, Makasar, Jember.
“Setelah diinvestigasi, ternyata BBM yang impor itu memakai aditif peningkat oktan berbasis mangaan,” kata dia.
Dalam kasus-kasus sebelumnya itu, menurut Tri, Pertamina melakukan investigasi bersama dengan asosiasi kendaraan bermotor di Indonesia. Tim peneliti dari ITB pun ikut terlibat. Investigasi itu untuk mencari tahu masalah dan sumbernya sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi di kemudian hari.
“Harusnya (Pertalite) ini juga sama karena sudah dikeluhkan masyarakat yang cukup luas,” pungkas Tri.
(FAY)