ECONOMICS

Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 5,8 Persen, Ekonom Sarankan Pakai Strategi Ini

Iqbal Dwi Purnama 08/08/2022 12:21 WIB

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didin S. Damanhuri merasa optimis pertumbuhan ekonomi RI bisa mencapai 5,8 persen.

Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 5,8 Persen, Ekonom Sarankan Pakai Strategi Ini. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didin S. Damanhuri merasa optimis pertumbuhan ekonomi RI bisa mencapai 5,8 persen. Dia pun membeberkan sejumlah strategi agar target tersebut dapat tercapai.

Menurutnya ekonomi Indonesia pada tahun 2022 ini bisa tumbuh bekisar 5,55-5,8 persen. Namun demikian menurutnya ada beberapa catatan penting untuk pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang positif tersebut.

Menurutnya pencatatan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didominasi oleh sektor konsumsi masyarakat yang mana juga dibantu oleh subsidi masyarakat melalui bansos maupun subsidi energi.

"Memang sumbangan dari konsumsi masyarakat harus tetap dijaga dengan daya beli yang kuat melalui Subsidi bansos maupun energi," ujar Didin dalam Market Review IDXChanel, Senin (8/8/2022).

"Ini efektif menopang dari konsumsi masyarakat, dimana terbukti bahwa pengeluaran masyarakat paling tinggi," sambungnya.

Namun demikian hal tersebut harus diseimbangkan oleh realisasi investasi di Indonesia. Sehingga jika realisasi investasi di Indonesia sudah berjalan, maka menurut Didin ekonomi Indonesia bakal tumbuh positif pada 2022.

"Sehingga nanti kalau terjadi keseimbangan, dimana sumbangan dari industri manufaktur juga naik signifikan yang berasal Investasi, dengan konsumsi masyarakat yang meningkat, maka saya kira ini pertumbuhan ekonomi akan mencapai di atas mencapai 5,44 di 2022, dugaan kami antar 5,55-5,8 persen," sambungnya.

Namun yang paling penting dan harus dicermati oleh Pemerintah adalah jangan sampai terbuai oleh gangguan fiskal. Misalnya pendanaan pada proyek-proyek yang tidak penting atau seharusnya tidak prioritas.

"Kalau Reform itu tidak dilakukan malah bisa kurang dari 5 persen, ini harus dipertimbangkan seperti semacam godaan untuk proyek besar yang belum prioritas, memang menyangkut beberapa pihak," kata Didin.

Karena anggaran tersebut sebenarnya bisa dialokasikan untuk keperluan lain misalnya untuk menguatkan daya beli masyarakat, yang mana terbukti menjadi sektor penyumbang dalam pertumbuhan ekonomi.

"Ini bisa mengganggu kinerja pertumbuhan ekonomi," lanjutnya.

Selanjutnya menurut Didin pemerintah juga harus mampu memitigasi ketika misal terjadi penurunan harga komoditas yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian seperti batu bara dan sawit.

"Kemudian selanjutnya adalah Inflasi, akibat dari adanya perang Rusia-Ukraina, ini harus menjadi perushaan karean kita mengimpor bahan pangan selama ini," lanjut Didin.

"Belum lagi inflasi impor, terutama pangan, dan bahan industri, itu akan bisa memacu inflasi yang tinggi, ini harus bisa diwaspadai dengan strategi yang tepat," pungkasnya. (TYO)

SHARE