ECONOMICS

PHK Massal Jadi Lampu Kuning untuk Ekonomi Indonesia

Tangguh Yudha 15/03/2025 14:55 WIB

Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri tekstil kembali terjadi.

PHK Massal Jadi Lampu Kuning untuk Ekonomi Indonesia

IDXChannel - Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri tekstil kembali terjadi.

Setelah sebelumnya menerpa Sritex, kali ini melanda dua pabrik sepatu di Kabupaten Tangerang, Banten, yakni PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh yang berdampak pada nasib 3.000 karyawan.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, ini menjadi indikator bahwa ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dia tak segan-segan menyebut fenomena PHK massal ini sebagai lampu kuning bagi perekonomian dalam negeri.

Huda mengatakan, banyaknya PHK massal lantaran industri dalam negeri sedang babak belur dihajar oleh kondisi global dan domestik yang tidak stabil. Permintaan dari China dan US menurun drastis dalam dua tahun terakhir.

"Akibatnya produksi TPT (tekstil dan produk tekstil dalam negeri dirasionalisasikan dengan permintaan ekspor," kata Huda, Sabtu (15/3/2025).

Belum lagi ditambah persaingan TPT dalam negeri oleh produk impor dari China yang jauh lebih murah dengan dikeluarkannya beleid Permendag No.8/20204 yang mempermudah arus impor barang dari luar negeri.

Huda berpendapat aturan tersebut membuat masyarakat lebih memilih produk dari China yang lebih murah, dibandingkan dengan produk lokal.

Apalagi belakangan juga banyak beredar impor China ilegal yang semakin menggerus industri nasional.

"Kemungkinan PHK akan bertambah sangat terbuka mengingat PMI kita masih belum membaik. Permintaan dalam negeri mungkin akan membaik dalam beberapa bulan ke depan namun tidak akan signifikan saya rasa," kata Huda.

Tidak berhenti di situ, penyebab lain yang menyebabkan marak PHK di Indonesia disebut Huda karena ada faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tidak berkualitas, karena salah satu indikatornya adalah sektor industri tidak optimal dalam menyerap tenaga kerja.

Huda melanjutkan, dahulu 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap hingga lebih dari 400 ribuan tenaga kerja. Saat ini 1 persen ekonomi hanya menyerap 100 ribuan tenaga kerja saja, sehingga dalam jangka menengah dan panjang, kondisi ini akan memperparah kemiskinan dan ketimpangan.

"Kemudian, ada deindustrialisasi prematur yang menunjukkan kinerja sektor industri manufaktur tidak optimal. Proporsi industri manufaktur terhadap PDB hanya 18%. Padahal 10 tahun yang lalu, proporsi pernah mencapai 20 persen lebih," kata Huda.

"PMI juga terus melambat dalam beberapa bulan terakhir yang terus menekan sektor manufaktur. Belum juga ditambah serbuan produk impor yang semakin menekan industri dalam negeri. Ketika dari sisi supply terganggu dan sisi demand belum pulih, maka pertumbuhan ekonomi akan stagnan dan tidak berkualitas," lanjutnya.

Huda menilai jika ini dibiarkan sampai setahun atau dua tahun ke depan, akan lebih banyak tenaga kerja yang ter-PHK.

(Nur Ichsan Yuniarto)

SHARE