Pinjaman China Rp7 Triliun Bakal Tambal 75 Persen Biaya Bengkak Kereta Cepat
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko mengatakan, pinjaman CDB kepada KAI diinjeksi atau dikucurkan ke KCIC dalam bentuk pinjaman pemegang saham.
IDXChannel - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI telah mendapatkan kucuran pinjaman USD448 juta atau sekitar Rp7 triliun (kurs Rp15.626/USD) dari China Development Bank (CDB). Dana ini digunakan untuk menambal cost overrun atau pembengkakan biaya Kereta Cepat Whoosh.
Adapun nilai cost overrun Kereta Cepat Whoosh yang disepakati PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd, senilai USD1,2 miliar atau Rp18,2 triliun.
Lantas, pinjaman China Development Bank mampu menambal pembengkakan biaya kereta cepat?
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko mengatakan, pinjaman CDB kepada KAI diinjeksi atau dikucurkan ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dalam bentuk pinjaman pemegang saham.
Sehingga, dana segar itu nantinya dialokasikan untuk menutupi sebagian dari nilai cost overrun. Berdasarkan kesepakatan Indonesia dan China, pembengkakan anggaran kereta cepat 75 persennya ditutupi dengan pinjaman.
Sementara, 25 persen berasal dari anggaran konsorsium Indonesia, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Artinya, dari angka 25 persen itu menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN) KAI sebesar Rp3 triliun dan ekuitas Beijing Yawan HSR Co. Ltd.
“Jadi cost overrun sudah tentu, jadi sementara dari, ini kan sebenarnya pinjaman dari CDB ini untuk ke KAI untuk injeksi nantinya dalam bentuk pinjaman pemegang saham kepada PT KCIC-nya. Jadi kemarin udah cair, kita lagi proses menurunkan, itu cukup,” ujar Tiko saat ditemui di Ancol, Jakarta Utara, Senin (19/2/2024).
Kata dia, pinjaman yang berasal dari CDB akan dicatatkan sebagai utang KAI. Dalam laporan fakta material yang disampaikan KAI kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), pinjaman itu dicairkan CDB dalam dua seri, yakni dolar AS dan Yuan China.
Pencairan dilakukan dalam dua seri, yakni Fasilitas A dengan nominal USD230,9 juta atau setara Rp3,6 triliun pada 7 Februari 2024.
Kedua, Fasilitas B sebesar 1,54 miliar Yuan China atau setara USD217 juta atau Rp3,3 triliun pada 5 Februari 2024.
(YNA)