PM China Peringatkan Ekonomi Global Terancam Jika Tarif Dagang Naik
Perdana Menteri China Li Qiang memperingatkan konsekuensi negatif bagi dunia jika negara-negara mulai berpisah secara ekonomi alias mengurangi kerja sama.
IDXChannel - Perdana Menteri China Li Qiang memperingatkan konsekuensi negatif bagi dunia jika negara-negara mulai berpisah secara ekonomi alias mengurangi kerja sama dalam perdagangan internasional.
Pernyataan ini menyusul sejumlah peraturan kenaikan tarif yang berlaku bagi produk kendaraan listrik alias electric vehicle (EV) pabrikan China dan sejumlah kenaikan tarif barang-barang asal China, terutama ke Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Hal ini disampaikan PM Li dalam acara World Economic Forum (WEF), Selasa (25/6/2024). Dalam kesempatan tersebut, PM Li juga membalas kritik bahwa kebijakan industri negaranya telah menyebabkan sejumlah masalah di antaranya kelebihan kapasitas.
“Tindakan regresif dalam memisahkan diri hanya akan menyeret dunia ke dalam spiral destruktif di mana persaingan sengit untuk mendapatkan bagian yang lebih besar akan berakhir dengan hasil yang semakin berkurang,” kata Li dikutip Bloomberg.
Komentar Li muncul sehari setelah pemimpin China Xi Jinping meminta untuk meningkatkan inovasi China karena negara-negara lain mendominasi teknologi-teknologi penting tertentu.
Ini menjadi pernyataan yang menggarisbawahi meningkatnya ketegangan China dengan AS terkait semikonduktor.
Berbicara pada konferensi sains nasional, Xi menunjuk pada hambatan dan kendala yang tercitpta dalam perdagangan internasional di berbagai bidang seperti sirkuit terpadu, peralatan mesin industri, perangkat lunak dasar, hingga material canggih lainnya.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden menerapkan tarif baru yang jauh lebih besar terhadap kendaraan listrik (EV), baterai listrik, panel surya, baja, aluminium, dan peralatan medis impor asal China pada pertengahan Mei lalu (14/5).
Kebijakan ini menimbulkan kritikan di mana Biden terkesan meniru langkah Donald Trump ketika ia menerapkan strategi yang meningkatkan gesekan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Diketahui selama ini perdagangan antara AS dan China masih mencatatkan defisit. Pada April 2024, total nilai perdagangan barang AS dengan China mencapai USD43,15 miliar yang terdiri dari nilai ekspor sebesar USD11,5 miliar dan nilai impor sekitar USD31,6 miliar. Angka defisit neraca dagang AS dengan China mencapai minus USD80,88 miliar. (Lihat grafik di bawah ini.)
Li juga membela negaranya yang dituduh telah memproduksi barang-barang murah ke seluruh dunia.
Ia juga memuji kehebatan negaranya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengejar inovasi dan meningkatkan produk mereka.
“Ini adalah sesuatu yang tidak ingin kami lihat. Eksplorasi tidak boleh dilihat sebagai permainan zero-sum,” kata Li.
Pernyataan tersebut menyusul langkah Kanada untuk membatasi impor kendaraan listrik buatan China, dan menyelaraskan diri dengan pemerintahan Biden dalam hal perdagangan. Uni Eropa juga berencana menaikkan tarif kendaraan listrik asal China.
China juga telah menyatakan kemungkinan memberi insentif bagi Jerman jika Uni Eropa membatalkan rencananya dengan menurunkan tarif impor mobil bermesin besar sebagai imbalan atas penghapusan tarif kendaraan listrik.
Li juga menyuarakan optimisme terhadap perekonomian China meskipun terjadi kemerosotan properti yang berkepanjangan, lemahnya kepercayaan konsumen, dan meningkatnya utang pemerintah daerah.
“Kami yakin dan mampu mencapai target pertumbuhan sekitar 5 persen untuk tahun ini. China akan mengadopsi kombinasi langkah-langkah, termasuk kebijakan fiskal dan penguatan sektor keuangan untuk meningkatkan perekonomian,” tutur Li.
Sebelumnya, dilaporkan data terbaru nvestasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke China turun sebesar 28,2 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Jumat (21/6/2024) menjadi 412,5 miliar yen selama periode Januari-Mei 2024. Ini menjadi rekor penurunan dalam lima bulan pertama tahun ini.
Sekitar 12,2 persen dari total tersebut, atau CNY 50,41 miliar, masuk ke industri manufaktur berteknologi tinggi, naik 2,7 poin persentase dari periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, investasi asing di industri manufaktur peralatan konsumen pintar serta industri jasa profesional dan teknis masing-masing melonjak sebesar 332,9 persen dan 103,1 persen.
Sumber FDI utama China tercatat dari Jerman dan Singapura masing-masing naik sebesar 24,2 persen dan 16,2 persen. Mengingat pada Mei saja, modal asing sebesar CNY 52,3 miliar mengalir ke negara tersebut, turun dari CNY 58,5 miliar pada April.
China kini masih berjuang memulihkan kondisi ekonomi negaranya di tengah tantangan sektor properti. (ADF)