PM Jepang Takaichi Berencana Pangkas Pajak Demi Tingkatkan Konsumsi Masyarakat
PM Jepang Sanae Takaichi akan memulai pembicaraan minggu ini mengenai pemangkasan pajak yang komprehensif untuk mendukung investasi dan konsumsi rumah tangga.
IDXChannel - Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi akan memulai pembicaraan minggu ini mengenai pemangkasan pajak yang komprehensif untuk mendukung investasi dan konsumsi rumah tangga, sekaligus mencari sumber pendapatan baru untuk menjaga disiplin fiskal.
Menurut laporan Nikkei pada Selasa (18/11/2025), Partai Demokrat Liberal yang berkuasa dan mitra koalisinya, Partai Inovasi Jepang, akan memulai diskusi penuh mengenai reformasi pajak tahun fiskal mendatang, dengan pemangkasan pajak bahan bakar menjadi pilar utama.
Enam partai telah sepakat untuk menghapuskan pajak tambahan gas pada 31 Desember 2025 dan pajak tambahan solar pada 1 April 2026. Kebijakan tersebut menjadi sebuah langkah yang diperkirakan memangkas pendapatan pemerintah pusat dan daerah sebesar 1,5 triliun yen (USD9,7 miliar).
Untuk mengimbangi kekurangan tersebut, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengurangi keringanan pajak R&D perusahaan dan insentif pajak terkait gaji, serta menaikkan pajak bagi individu kaya.
Takaichi juga menjajaki insentif pajak baru untuk belanja modal domestik dan relokasi bisnis regional, serta memperluas pengurangan pajak penghasilan untuk meringankan biaya hidup.
Rencana pemangkasan pajak tersebut muncul sehari setelah laporan ekonomi Jepang yang terkontraksi pada kuartal kuartal III-2025 dengan produk domestik bruto turun 1,8 persen secara year-on-year (yoy), lebih rendah dari ekspektasi penurunan 2,5 persen.
Angka tersebut berbalik negatif dari kenaikan 2,3 persen pada kuartal sebelumnya. Secara kuartalan, PDB menyusut 0,4 persen, sedikit lebih rendah dari ekspektasi penurunan 0,6 persen dan kebalikan dari pertumbuhan 0,5 persen yang terlihat pada kuartal sebelumnya.
Penurunan PDB sudah diperkirakan secara luas, karena ekonomi Jepang bergulat dengan inflasi yang tinggi, belanja swasta yang lesu, dan eksportir utama yang menghadapi tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) yang tinggi.
Meskipun Jepang dan AS telah mencapai kesepakatan perdagangan, perusahaan-perusahaan Jepang, terutama industri otomotif negara itu, tetap dikenakan bea masuk perdagangan AS.
(Febrina Ratna Iskana)