PMI Manufaktur Agustus 2024 Kontraksi Lebih Dalam, Menperin Ungkap Alasannya
Dalam rilis S&P Global disebutkan adanya pelemahan penjualan yang menyebabkan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berjalan.
IDXChannel - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan tidak kaget dengan rilis S&P terkait Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia untuk Agustus 2024 yang kembali mengalami kontraksi. PMI manufaktur Indonesia tercatat 48,9, turun 0,4 poin dari Juli 2024 yang sebesar 49,3.
"Sekali lagi kami tidak kaget dengan kontraksi lebih dalam industri manufaktur Indonesia. Penurunan nilai PMI manufaktur bulan Agustus 2024 terjadi akibat belum ada kebijakan signifikan dari Kementerian/Lembaga lain yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menanggapi hasil survei tersebut di Jakarta, Senin (2/9/2024).
Adapun dalam rilis S&P Global disebutkan adanya pelemahan penjualan yang menyebabkan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berjalan.
Menperin mengatakan bahwa melemahnya penjualan dipengaruhi oleh masuknya barang impor murah dalam jumlah besar ke pasar dalam negeri terutama sejak Mei 2024.
"Adanya barang impor murah membuat masyarakat lebih memilih produk-produk tersebut dengan alasan ekonomis. Hal ini dapat menyebabkan industri di dalam negeri semakin menurun penjualan produknya serta utilisasi mesin produksinya," ujar Menperin.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menambahkan, para pelaku industri mengamati perkembangan penerapan aturan oleh pemerintah. Hal ini dapat berpengaruh pada perlambatan ekspansi pada subsektor industri.
"Misalnya, pada industri makanan dan minuman, para pelaku usaha nampak menahan diri dengan adanya rencana pemberlakuan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan," kata dia.
Dalam kesempatan Rilis IKI Agustus 2024 minggu lalu, Febri menjelaskan bahwa untuk mendorong ekspansi industri manufaktur, Kemenperin juga akan terus mendorong percepatan perluasan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), percepatan penerapan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), khususnya untuk industri terdampak seperti keramik, kertas, penerapan SNI, serta percepatan pembatasan barang impor dan penegakan hukum atas impor ilegal.
"Selain itu, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi Untuk Kebutuhan Dalam Negeri juga perlu diprioritaskan pengesahannya, agar bisa menjadi game changer bagi industri manufaktur," kata Febri.
Kemudian, menghadapi tantangan dalam menjangkau pasar ekspor akibat pengiriman logistik yang membebani kinerja pemasok, perlu mendorong kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga produk-produk tesebut bisa diserap di dalam negeri.
(NIA DEVIYANA)