ECONOMICS

Pondasi Ekonomi RI Dinilai Baik, Siap Hadapi Resesi Global?

Tim IDXChannel 13/10/2022 12:55 WIB

Dibandingkan krisis 1998, ekonomi Indonesia saat ini sudah memiliki pondasi yang baik. 

Pondasi Ekonomi RI Dinilai Baik, Siap Hadapi Resesi Global? Foto: MNC Media.

IDXChannel - Ekonomi Indonesia dinilai masih kuat meski dunia dikabarkan 'gelap' tahun depan. Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi mengatakan dibandingkan krisis 1998, ekonomi Indonesia saat ini sudah memiliki pondasi yang baik. 

"Memang dalam konteks pondasi perekonomian kita ini memang jauh lebih baik dibanding tahun 1998 dulu ya. Kalau kita bandingkan dari sisi internasional research saja, itu sangat sangat jauh lebih kuat dibandingkan dengan posisinya dulu di era taper tantrum," ujar Fithra dalam Twitter Space IDXChannel X Okezonenews, dikutip Kamis (13/10/2022). 

Terkait sikap pemerintah yang pesimistis dalam menghadapi resesi 2023, menurut Fithra, hal itu sebagai bentuk mengingatkan sehingga seluruh jajarannya waspada. 

"Jadi (terkait ekonomi) masih optimis, tapi di sisi yang lain kita harus waspada juga karena faktor yang akan kita hadapi ke depan, bukan hanya di domestic driven, tapi lebih banyak faktor faktor luar yang bermain sehingga kita harus tetap waspada," imbuh Fithra.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sinyal ekonomi tahun depan akan gelap. Menkeu juga pernah mengatakan bahwa risiko ekonomi kini telah bergeser dari pandemi ke gejolak ekonomi global. Setidaknya ada empat hal yang akan memengaruhi ekonomi ke depan. 

"Pertama, inflasi global yang melonjak akibat supply disruption karena pandemi dan perang, dikombinasikan dengan excessive stimulus fiskal dan moneter sebelum dan selama pandemi di negara maju," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Nota Keuangan & RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Kedua, pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga yang menyebabkan volatilitas pasar keuangan global, capital outflow, pelemahan nilai tukar, dan lonjakan biaya utang.

Ketiga, potensi krisis utang global. Banyak negara memiliki rasio utang sangat tinggi di atas 60% hingga 100% dari PDB. 

"Biaya utang dan revolving (refinancing risk) naik tajam. Potensi default mengintai lebih dari 60 negara," urai Menkeu.

Kemudian, potensi stagflasi. Pelemahan ekonomi global disertai inflasi, menurut Menkeu, merupakan kombinasi yang sangat berbahaya dan rumit secara kebijakan ekonomi. (NIA)

Penulis: Ahmad Dwiantoro

SHARE