ECONOMICS

Produksi Rokok Turun, AMTI Sebut Berdampak pada Tenaga Kerja

Heri Purnomo 25/11/2023 07:25 WIB

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, produksi rokok di Indonesia mengalami penurunan.

Produksi Rokok Turun, AMTI Sebut Berdampak pada Tenaga Kerja

IDXChannel - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, produksi rokok di Indonesia mengalami penurunan.

Ketua Umum AMTI Ketut Budhyman Mudhara mengatakan bahwa pada tiga tahun lalu produksi rokok di Indonesia mencapai 357 miliar per tahun, namun pada 2022 hanya 323,9 batang per tahun.

"Produksi rokok tiga tahun ini turun jadi 357 miliar batang. Sekarang 323,9 miliar batang," katanya dalam gelaran Ngopi Bareng Media di Jakarta, Jumat (24/11/2023).

Budhyman mengatakan, penurunan tersebut sangat berdampak terhadap berkurangnya tenaga kerja di industri hasil tembakau (IHT) dan penyerapan terhadap bahan baku dari cengkeh.

Pasalnya, kata Budhyman, 90 persen produksi rokok yang beredar saat ini ditopang oleh Sigaret Kretek Tangan (SKT).

"Produk cengkeh ini sebernarnya sudah swasembada dan memenuhi kebutuhan daripada industri rokok ini, sehingga kalau indistri rokok turun yang paling kena itu dampaknya adalah petani cengkeh," katanya.

Dia menjelaskan bahwa penurunan produksi rokok legal tersebut lantaran terus naiknya cukai rokok. Akibatnya, banyak masyakat yang memilh mengonsumsi rokok ilegal.

Ditambah lagi, menurut Budhyman, belakangan ada pengetatan aturan rokok dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan 2023.

Dia mengatakan bahwa regulasi terkait pertembakauan saat ini belum mampu secara maksimal melindungi dan memberdayakan ratusan ribu pekerja di segmen SKT.

Oleh karena itu, sebagai bagian dari elemen ekosistem pertembakauan, SKT perlu dilindungi dan diberdayakan agar semakin mampu menyerap tenaga kerja dan menggerakkan perekonomian daerah serta nasional.

"Termasuk perlindungan melalui regulasi yang adil, berimbang, dan mendorong pemberdayaan serta daya saing SKT. Dengan demikian, eksistensi industri SKT dan pekerjanya dapat terus tumbuh dan berdaya saing," tutur Budhyman.

(RNA)

SHARE