ECONOMICS

Protes Pajak Hiburan Naik, Pengusaha Bakal Ajukan Judicial Review

Iqbal Dwi Purnama 09/01/2024 13:47 WIB

Pengusaha Hotel dan Restoran bakal segera melakukan judicial review dalam rangka protes atas kenaian pajak hiburan menjadi 40 persen.

Protes Pajak Hiburan Naik, Pengusaha Bakal Ajukan Judicial Review (Foto MNC Media)

IDXChannel - Pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), terutama di sektor hiburan bakal segera melakukan judicial review terhadap UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran menjelaskan, lewat regulasi tersbut, pemerintah menaikkan pajak hiburan yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda) minimum 40%-75%. Padahal pada ketentuan sebelumnya, range pemungutan pajak hiburan antara 0-75%, sehingga pada 2024 menjadi minimal 40%.

"Kami di sektor di sektor pariwisata bersama para pelaku usaha pariwisata akan melakukan, satu satunya yaitu judicial review, tidak ada yang lain, karena ini produknya UU," ujar Yusran dalam Market Review IDXChannel, Selasa (9/1/2024).

Salah satu yang disayangkan oleh PHRI adalah masuknya usaha spa dalam objek pajak hiburan. Padahal spa sendiri banyak diisi oleh para pelaku UMKM di daerah yang sekaligus menawarkan beragam budaya yang berbeda antar daerah. 

"Contoh spa ini banyak pelaku UMKM. Ketika pemerintah gembar gembor mendukung UMKM, tapi dibebankan pajak yang besar, makanya kita berusaha mengeluarkan spa dari sektor hiburan, karena itu dari KBLI saja sudah berbeda, SPA itu masuk dalam komponen wellness, tapi pemerintah masukan ke komponen hiburan," keluh Yusran.

Lebih lanjut, Yusran menilai, ada yang salah dari cara berpikir pemerintah jika mengerek pajak hiburan dengan alasan bahwa sektor hiburan punya risiko yang cukup tinggi, terutama sektor hiburan malam. Sebab risiko berusaha sudah ditentukan diawal sejak penerbitan perizinan berbasis risiko.

"Mindset pemerintah, mereka mencampuradukkan pengendalian risiko dengan pajak. Kita mau menaikkan tax ratio atau mengendalikan investasinya, sementara kita sudah mengenal perizinan berbasis risiko, jadi risiko usaha itu ada di tempat tertentu   pemerintah punya kewenangan penuh untuk mencabut atau menerbitkan izin usaha," tegasnya.

Yusran menilai besarnya kenaikan pajak tersebut akan direspons oleh para pelaku usaha untuk menaikkan harga jual barang atau jasa di sektor hiburan yang dibebankan kepada konsumen.

Sehingga menurutnya, ketika produk pariwisata di Indonesia punya harga yang lebih mahal, tentunya sektor pariwisata di Indonesia akan kalah saing dengan negara-negara tetangga yang punya harga lebih kompetitif.

"Kita selalu indikasi pemerintah yang begitu cepat meningkatkan pendapatan lewat pajak. Ini selalu menjadi polemik iklim investasi, pajak hiburan sebelumhya 0-75%, sekarang mulainya 40%," tutur Yusran.

"Kita juga mengingatkan, kalau pemerintah fokus kepada UMKM, fokus kepada pengembangan pariwisata, tentu jangan buru semua diambil pajaknya, ini akan berdampak konsumen," pungkasnya.

(FAY)

SHARE