ECONOMICS

Raup hingga Rp2,4 Juta per Hari dari Jualan Cilok, Baim Dituntut Lakukan Ini

taufan sukma 11/03/2024 17:08 WIB

Ibrahim kini mulai memanen apa yang telah menjadi tekadnya datang ke Jakarta dulu.

Raup hingga Rp2,4 Juta per Hari dari Jualan Cilok, Baim Dituntut Lakukan Ini (foto: MNC Media)

IDXChannel - Pepatah Latin "Fortis fortuna adiuvat (keberuntungan selalu berpihak pada mereka yang berani)" pertama kali dicetuskan oleh seorang komedian asal Romawi, Publius Terentius Afer, yang hidup di era 170-160 SM.

Berjarak ribuan tahun setelahnya, semangat dari pepatah tersebut juga berhasil menggerakkan Ibrahim, seorang pemuda asal Wonogiri, demi berjuang untuk kehidupan yang lebih baik, dengan merantau ke Jakarta.

"2006 sudah (berangkat) ke Jakarta cari kerja. Modal berani saja dulu, karena di desa pun gak punya apa-apa. Sawah gak ada. Orang tua juga hidup seadanya, kalau nggak berangkat (merantau) malah jadi beban orang tua," ujar Ibrahim, mengawali kisahnya.

Seperti halnya yang disampaikan Terentius, Ibrahim kini mulai memanen apa yang telah menjadi tekadnya datang ke Jakarta dulu. Pria yang akrab disapa Baim itu kini mampu mengantongi omzet sedikitnya Rp2,4 juta per hari dari berjualan cilok di kawasan Stasiun MRT Lebak Bulus.

Masa berjualan Baim pun terbilang singkat. Lantaran berjalan di pinggiran jalan, Baim baru boleh berjualan mulai pukul 16.00 WIB, dan harus sudah merapikan lokasi dagangnya pada pukul 22.00 WIB.

"Maksimal dagang paling mentok jam 11 malam. Habis itu bersih-bersih, lalu jam 12 pulang. Yang pasti pas ditinggal pulang, lokasi harus kembali bersih. Kalau nggak, besok tidak boleh jualan lagi," tutur Baim, sembari sibuk meladeni pembeli.

Berjibaku

Baim mengaku telah berjualan cilok di daerah tersebut sejak 2016, bahkan sebelum Stasiun MRT Lebak Bulus berdiri. Lokasi yang strategis dan selalu ramai selama hampir 24 sengaja menjadi pertimbangan Baim untuk berjualan di sana.

Bahkan ketika Stasiun MRT mulai dibangun, pria berambut panjang ini mengaku tetap bertahan, karena pembelinya semakin banyak, dari para pekerja konstruksi, sampai pengguna jalan yang berhenti sejenak lantaran terjebak macet.

"Polusinya gila-gilaan saat itu, karena macet banget. Tapi ya alhamdulillah rejeki tetap jalan, malah makin laris karena banyak orang ngaso (berhenti sejenak) karena macet," ungkap Baim.

Sebelum berjualan cilok, segala macam pekerjaan diakui Baim telah dicobanya. Mulai dari menjadi kuli bangunan, karyawan pabrik, jadi tukang ojek sampai berjualan aneka penganan dengan berkeliling.

"Lalu lama-lama kok dirasa capek juga ya, jualan keliling, jalan jauh, hasil nggak seberapa. Terus lihat teman jualan cilok di depan sekolahan. Kok enak juga ya. Masaknya nggak seberapa ribet, tapi laris juga. Karena kan orang suka jajan," urai Baim.

Setelahnya, Baim pun meminta temannya tersebut untuk mengajari cara membuat cilok, berikut resep yang sekiranya diminati pembeli. Tapi, karena lelah berjualan keliling, Baim bertekad mencari tempat mangkal yang strategis, agar dia tak perlu berkeliling mencari pembeli.

"Karena Saya kan tinggal di Karang Tengah, jadi ke Lebak Bulus cukup dekat. Dan Saya lihat kok daerah ini gak ada sepinya. 24 jam rame terus karena jadi tempat berhentinya bus antar kota. Jadi lah Saya mulai jualan di sini," tukas Baim.

Transaksi Digital

Kini, Baim bisa dibilang telah memanen atas ketekunannya dalam membangun usaha dan meraih cita-cita.

Dalam sehari, Baim mengeklaim bisa mengantongi omzet sekitar Rp2,4 juta per hari. Nilai tersebut masih akan melonjak saat liburan dan momen-momen khusus, seperti malam Tahun Baru maupun momen Ramadan.

"Puasaan (Ramadan) makin ramai karena kan orang beli buat batalin puasanya di jalan, jadi suka jajan. Apalagi pas dekat-dekat Lebaran, bisa sampai Rp3 juta lebih dalam sehari," papar Baim.

Namun, dari ramainya pembeli tersebut, kini Baim mulai banyak dituntut untuk menyediakan juga pembayaran secara digital. Meski mengaku sosok yang gaptek (gagap teknologi), mau tak mau Baim mulai belajar demi mendukung jualannya.

Saat ini Baim telah menyediakan layanan QRIS dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) untuk mempermudah pembeli untuk membayar tanpa repot.

"Sudah sekitar satu bulan (sediakan QRIS BRI). Sudah lama banyak (pembeli) yang nanya, minta ada QRIS agar bayarnya mudah. Tinggal scan, beres, gak perlu antre nunggu kembalian segala," ungkap Baim.

Sedangkan bagi Baim sendiri, keberadaan layanan QRIS BRI juga sangat membantu karena dia tidak perlu lagi menyediakan uang receh untuk kembalian. Hal tersebut lantaran ketika pembayaran dilakukan secara tunai (cash), kerap kali pembeli membayar dengan menggunakan uang berpecahan besar.

"Sebelum pakai QRIS sempat kewalahan juga cari kembalian, karena biasanya orang beli Rp5 ribu, Rp10 ribu, tapi uangnya Rp50 ribuan atau malah Rp100 ribuan, jadi stok kembalian uang receh suka habis," papar Baim.

Tak hanya itu, menyediakan layanan QRIS bagi Baim tak ubahnya seperti 'menabung otomatis' untuk dikirimnya ke keluarga di kampung. Atau, juga bisa dijadikan sebagai tabungan untuk mudik, saat Lebaran tiba.

"Jadi kita gak perlu lagi setor tunai ke bank untuk menabung. Sudah kayak 'ditabungin' sama pembeli. Beberapa hari, tahu-tahu (uangnya) sudah kumpul di rekening. Tinggal transaksi apa saja enak pakai BRImo. Mau transfer ke kampung, sampai beli token listrik udah gak ribet lagi," pungkas Baim.

Data Bank Indonesia

Pengakuan Baim seolah mengonfirmasi data yang sebelumnya telah dirilis oleh Bank Indonesia (BI), di mana semakin banyak masyarakat yang terbukti telah merasakan manfaat dari keberadaan QRIS.

BI mencatat adanya pertumbuhan nilai transaksi menggunakan QRIS hingga lebih dari 149 persen secara tahunan (year on year/YoY), dengan nilai mencapai Rp31,65 triliun.

Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, jumlah pengguna QRIS secara nasional saat ini telah menembus 46,37 juta, dengan jumlah merchant mencapai 30,88 juta, yang sebagian besar didominasi oleh pelaku UMKM.

"Sementara, nilai pertumbuhan pembayaran menggunakan ATM, Debet dan Kredit mencapai Rp692,32 triliun, atau tumbuh sebesar 2,58 persen (yoy)," ujar Perry, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI untuk Periode Februari 2024, pada Rabu (21/2/2024).

Sedangkan untuk nilai transaksi digital banking secara keseluruhan, menurut Perry, tercatat mencapai Rp5.335,33 triliun, atau tumbuh 17,19 persen (yoy). Di lain pihak, nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 39,28 persen (yoy), hingga mencapai Rp83,37 triliun.

Perry juga menegaskan bahwa keberadaan QRIS turut menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan transaksi ekonomi dan keuangan digital secara nasional.

"Sejauh ini kita melihat kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat. Hal ini didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Termasuk di antaranya melalui QRIS," tegas Perry. (TSA)

SHARE