RI Ekspor Mobil Bioetanol ke Amerika Latin, Kenapa Tidak Dijual di Dalam Negeri?
Kemenperin mengungkapkan, produsen otomotif Indonesia sudah mampu memproduksi mobil yang mampu menenggak bioetanol sepenuhnya.
IDXChannel - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, produsen otomotif Indonesia sudah mampu memproduksi mobil yang mampu menenggak bioetanol sepenuhnya. Tapi, mereka memilih mengekspornya ketimbang berjualan di Indonesia karena bahan bakarnya belum siap.
Plt Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Putu Juli Ardika mengungkapkan, Indonesia sebenarnya sudah lebih maju dalam hal industri. Namun, pemanfaatan bahan bakar berkelanjutan tidak dikelola dengan baik yang membuat kendaraan ramah lingkungan baru diterapkan beberapa tahun terakhir.
"Kita itu sebenarnya pionir untuk masuk ke etanol, jadi kendaraan-kendaraan yang di Amerika Latin, yang flexy engine untuk etanol itu, tahun 1996 diproduksi di Sunter," kata Putu di ICE BSD City, Tangerang, belum lama ini.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini sedang menggenjot peningkatan produksi bioetanol, bahkan akan dinaikkan menjadi B40. Hal ini guna mengurangi impor bahan bakar yang menjadi beban anggaran negara setiap tahunnya.
Putu menyayangkan kendaraan-kendaraan ramah lingkungan yang diproduksi di Indonesia harus dijual ke negara lain. Padahal, itu bisa menjadi solusi atas isu polusi udara yang semakin memburuk.
"(Mobil bioetanol) Diekspor ke Amerika Latin karena kita tidak kunjung datang etanolnya. Kita di 2018-2019, kita sudah siap untuk mengadopsi E10 untuk kendaraan roda empat di 2018-2019. Untuk sepeda motor sudah siap sebenarnya E20," ujarnya.
Untuk mengatasi permasalahan kualitas udara, Putu juga menyarankan pendekatan beragam pilihan mobilitas ramah lingkungan. Selain mobil listrik, kendaraan hybridi dan fuel cell juga perlu didukung oleh pemerintah karena membantu menekan emisi.
Pengembangan kendaraan yang dapat menggunakan bahan bakar nabati (BBM) alias biofuel juga perlu digencarkan. Hal ini diyakini sangat bermanfaat untuk mengurangi emisi dan membuat kualitas udara semakin baik.
"Range extended itu kita dorong karena itu paling memungkinkan untuk pindah dari gasoline ke biodiesel. Nanti fuel cell sudah kita bisa kembangkan tinggal ganti flexy engine range extended-nya saja pakai fuel cell generatornya," kata Putu.
"Itu sudah nanti sebagai suatu transisi yang sangat bagus, kita ke arah mengakuisisi ke teknologi," katanya.
Sebagai informasi, saat ini Indonesia baru menerapkan biodiesel B35 yang mencampurkan bahan bakar nabati sebesar 35 persen. Program ini baru berjalan sejak tahun lalu, meski sebelumnya sudah diterapkan biodiesel B30.
(Dhera Arizona)