Rupiah Anjlok 8,62 Persen, Sri Mulyani: Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Rupee
Sri Mulyani menyebut depresiasi rupiah terjadi karena dolar AS dalam tren menguat. Meski begitu, mata uang Garuda masih lebih baik dibanding RInggit dan Rupee.
IDXChannel - Nilai tukar rupiah hingga 31 Oktober 2022 terdepresiasi 8,62% secara year-to-date(ytd). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hal itu terjadi karena dolar AS dalam tren menguat.
Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama atau sering disebut sebagai DXY mencapai level tertinggi dalam dua dekade terakhir, yaitu pada level 114,76 pada tanggal 28 September 2022.
Hal itu pun menyebabkan hampir semua mata uang dunia dalam tekanan. Namun, Sri menyebut posisi rupiah masih lebih baik dari mata uang sejumlah negara Asia.
"Hal ini masih relatif lebih baik dibandingkan depresiasi berbagai mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, misalnya Rupee India yang mengalami depresiasi 10,2%, Malaysia Ringgit terdepresiasi 11,86%, dan Thailand Baht terdepresiasi 12,23%," ucap Sri dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2022 secara virtual di Jakarta, Kamis(3/11/2022).
Dia menyebut bahwa hal ini juga konsisten dengan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang masih tetap positif. Tren depresiasi nilai tukar negara-negara berkembang didorong oleh menguatnya dolar AS akibat kebijakan moneter yang diadopsi oleh The Federal Reserve atau The Fed.
"Juga akibat meningkatnya ketidakpastian keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif terutama di AS," ungkap Sri.
Dari sisi fiskal, kinerja APBN 2022 juga melanjutkan capaian positif. Posisi APBN secara keseluruhan masih dalam posisi surplus anggaran yang mencapai Rp60,9 triliun atau 0,33% dari PDB. Dari sisi keseimbangan primer, surplus mencapai Rp339,4 triliun.
"Kinerja yang positif tersebut disumbangkan oleh realisasi pendapatan negara dan hibah yang mencapai Rp1.974,7 triliun atau 87,1% dari target yang tercantum dalam Perpres 98 tahun 2022. Dalam hal ini, pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhan 45,7% year-on-year(yoy)," tambahnya.
Kenaikan pendapatan negara dan hibah tersebut, lanjut dia, disumbangkan oleh momentum pertumbuhan ekonomi yang mengalami ekspansi dan penguatan, pemulihan ekonomi, aktivitas masyarakat, kenaikan dari harga-harga komoditas, dan juga disumbangkan oleh Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
(FRI)