ECONOMICS

Sawit RI Kembali Rentan Dijegal Uni Eropa, Bagaimana Nasib Harganya?

Maulina Ulfa - Riset 05/06/2023 17:22 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan rapat internal bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/6).

Sawit RI Kembali Rentan Dijegal Uni Eropa, Bagaimana Nasib Harganya? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan rapat internal bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/6/2023).

Salah satu agenda Menko Airlangga adalah membahas aturan European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan segera diterapkan per Juni 2023.

Aturan ini dinilai diskriminatif dan berdampak negatif pada akses pasar sejumlah komoditas, termasuk sawit Indonesia. Tak hanya itu, komoditas dari hutan seperti kopi, cokelat, kakao, kayu, hingga furnitur juga bisa terkena dampak.

Menurut Airlangga, Indonesia berhak melakukan protes mengenai aturan dalam tahapan implementasi EUDR.

"Nanti kita protes, pertama terkait transparansi. Saya beri contoh Indonesia punya FLEGT dan SVLK untuk sertifikasi furnitur dan mereka belum akui. Jadi kalau tidak diakui, maka standarnya tidak jelas dan tidak transparan itu menimbulkan gejolak," kata Airlangga.

Harga Sawit Menguat Tipis

Di pasar komoditas, harga minyak sawit berjangka Malaysia berada di MYR 3.279 per ton per 1 Juni 2023. Harga sawit sedikit pulih dari level terendah dua setengah tahun di MYR 3.201 pada 31 Mei.

Ini karena harga minyak sawit mengikuti sedikit pemulihan harga minyak mentah yang terdampak rencana pemangkasan produksi OPEC. (Lihat grafik di bawah ini.)

Namun, menurut Trading Economics, tingkat pasokan yang kuat di antara produsen utama, termasuk Malaysia dan bukti permintaan yang melemah terus akan menekan harga CPO.

Hasil survei pada pengiriman kargo menunjukkan ekspor Malaysia berkontraksi antara 0,8% hingga 1,8% sepanjang Mei.

Di sisi pasokan, produksi CPO dalam negeri Malaysia diperkirakan melonjak antara 20% hingga 30% pada April.

Hasil produksi ini rebound tajam dari posisi terendah baru-baru ini selama liburan Idul Fitri.

Di Indonesia, tingkat produksi juga melonjak dan pasokan untuk pasar domestik yang lebih lemah.

Selain itu, fenomena El Nino yang akan datang kemungkinan tidak akan berdampak pada produksi minyak sawit di Asia Tenggara tahun ini, meskipun ancaman untuk tahun depan tetap ada.

Sementara mengutip data Kementerian Perdagangan, Harga  Referensi  (HR)  produk  CPO untuk   penetapan   Bea   Keluar   (BK)   dan   tarif   Badan   Layanan   Umum   Badan   Pengelola   Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPD-PKS) atau biasa disebut Pungutan Ekspor (PE) untuk periode 16–31  Mei  2023  adalah  USD893,23/MT. 

Nilai  ini  menurun  sebesar  USD  62,30  atau  6,52%  dari periode 1–15 Mei 2023 yang tercatat USD 955,53/MT.

Tercatat, ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa pada 2022 menurun 23% secara yoy.

Nilai ekspor CPO diperkirakan akan semakin turun tahun ini akibat kebijakan Uni Eropa yang melarang impor CPO hasil deforestasi hutan.

Beberapa negara Eropa penikmat sawit RI di antaranya Spanyol yang menjadi negara tujuan ekspor minyak sawit terbesar RI. Spanyol mengimpor CPO sebesar 622 ribu ton.

Italia adalah negara kedua tujuan ekspor minyak sawit terbesar RI sebesar 594 ribu di tahun lalu. Di posisi ke tiga ada Belanda yang mengimpor sawit Indonesia mencapai 429 ribu ton pada 2022.

Yunani berada di posisi ke empat negara tujuan ekspor terbesar CPO RI dengan jumlah pengiriman yang mencapai 108 ribu ton pada 2022. Angka ini bahkan naik, dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 84 ribu ton.

Jerman juga menjadi konsumen utama CPO RI dengan impor mencapai 36 ribu ton pada 2022. (ADF)

SHARE