Seberapa Besar Dampak Resesi Jepang ke Perekonomian RI?
Jepang secara resmi masuk ke dalam jurang resesi secara teknikal pada kuartal keempat 2023.
IDXChannel - Jepang secara resmi masuk ke dalam jurang resesi secara teknikal pada kuartal keempat 2023. Produk domestik bruto (PDB) Jepang turun 0,4 persen secara tahunan pada periode Oktober-Desember setelah penurunan 3,3 persen pada kuartal sebelumnya, dan dan turun 0,1 persen secara kuartalan per Kamis (15/2/2024).
Angka ini meleset dari perkiraan pasar, yaitu pertumbuhan 0,3 persen dan menyusul revisi penurunan 0,8 persen di Q3.Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada aktivitas ekonomi secara global, termasuk hubungan dagang dengan Indonesia.
Perekonomian Jepang mengalami resesi untuk pertama kalinya dalam lima tahun, karena konsumsi swasta, yang mencakup lebih dari separuh perekonomian, menurun selama tiga kuartal berturut-turut di tengah meningkatnya tekanan biaya dan tantangan global yang masih ada.
Pada saat yang sama, belanja modal melemah, sementara investasi publik semakin menurun. Belanja pemerintah juga turun 0,1 persen setelah naik 0,3 persen pada periode sebelumnya.
Dalam kondisi ini, kontraksi PDB dua kuartal berturut-turut biasanya dianggap sebagai definisi resesi teknis. Meskipun banyak analis masih memperkirakan Bank of Japan akan menghentikan stimulus moneternya secara bertahap pada tahun ini.
Menyikapi kondisi ini, pemerintah RI bahkan mengambil langkah antisipasi dampak perlambatan perekonomian Jepang ini.
Salah satu upayanya adalah dengan membentuk Satgas Peningkatan Ekspor. Pemerintah juga tengah berupaya menggenjot menyelesaikan berbagai perundingan dagang untuk memperluas akses pasar Indonesia terhadap perdagangan global.
"Satgas Peningkatan Ekspor tengah berfokus memperluas akses pasar dengan mendorong penyelesaian perundingan perjanjian khususnya Indonesia-EU CEPA, peluang Indonesia masuk blok perdagangan CPTPP, dan aksesi Indonesia menjadi anggota OECD," kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (17/2/2024).
Partner Dagang Utama
Susiwijono menambahkan, Jepang menjadi salah satu tujuan utama ekspor bagi Indonesia dengan komoditas utama ekspor batubara, komponen elektronik, nikel dan otomotif.
Kemenko Perekonomian mencatat bahwa Jepang merupakan negara tujuan ekspor Indonesia terbesar ke-4 sepanjang 2023 dengan total transaksi mencapai USD18,8 miliar.
Sementara menurut Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, Jepang menjadi satu di antara negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia. Nilai ekspor yang ditorehkan pun cukup besar, yakni rata-rata mencapai USD18,77 miliar per tahun sejak 2018 hingga 2023. Sepanjang 2023, ekspor RI ke Jepang mengalami penurunan 16,37 persen dibanding angka 2022. Angkanya juga lebih besar dari catatan Kemenko Perekonomian.
Berdasarkan data BPS, angka ekspor ke Jepang pada 2023 berkontribusi sebesar 8,03 persen dari total ekspor tahun tersebut. Komoditas yang paling banyak di ekspor ke Jepang adalah bituminous coal, Copper ores and concentrates, Nickel mattes, dan lainnya.
Pada 2018, nilai ekspor Indonesia ke Jepang mencapai USD19,47 miliar dan berkontribusi 10,81 persen dari total ekspor pada tahun tersebut.
Di tahun sebelumnya, BPS menyebut, Jepang tetap masuk negara tujuan utama ekspor pada tahun 2023 bersama China, AS, India, dan Malaysia yang berkontribusi sebesar 54,01 persen dari total ekspor 2022.
Secara kumulatif, nilai ekspor pada 2022 mencapai USD291,90 miliar atau naik 26,03 persen dari 2021 dan menjadi kinerja ekspor RI ke Jepang terbaik sejak 2018.
Sementara memasuki 2024, Nilai ekspor Indonesia Januari 2024 mencapai USD20,52 miliar atau turun 8,34 persen dibanding ekspor Desember 2023. Dibanding Januari 2023 nilai ekspor turun sebesar 8,06 persen.
Pada Januari 2024, Jepang tak lagi masuk ke dalam jajaran tujuan ekspor non migas utama. Ekspor nonmigas Januari 2024 terbesar adalah ke China yaitu USD4,57 miliar, disusul Amerika Serikat USD1,99 miliar dan India USD1,79 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,64 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar USD3,26 miliar dan USD1,48 miliar.
Belum Pulih Dampak Skandal Toyota Motor
Perekonomian Jepang juga teruji tatkala skandal Toyota Motor mencuat ke publik. Skandal ini dimulai sejak April 2023, yakni ketika Daihatsu mengumumkan melakukan kecurangan prosedur sertifikasi uji tabrak di Jepang.
Namun, te anomali uji keselamatan yang dilakukan Daihatsu sudah terjadi sejak 1989 dan diungkapkan oleh tim investigasi independen.
Unit bisnis Toyota Motor, Daihatsu Jepang, juga menghentikan pengiriman semua kendaraannya. Langkah ini dilakukan pasca-terungkapnya hasil penyelidikan skandal keselamatan yang menemukan masalah yang melibatkan 64 model kendaraan produksinya.
Hal ini disampaikan Rabu (20/12/2023) dalam keterangan resminya. Penghentian ini termasuk hampir dua lusin produk otomotif yang dijual di bawah merek Toyota, termasuk Indonesia.
Daihatsu memproduksi 1,1 juta kendaraan selama 10 bulan pertama 2023. Sejumlah hampir 40 persen di antaranya diproduksi di luar negeri.
Perusahaan ini menjual sekitar 660.000 kendaraan di seluruh dunia selama periode tersebut dan menyumbang 7 persen dari penjualan Toyota.
Toyota mengatakan pada hari Rabu bahwa model yang terkena dampak termasuk model untuk pasar Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, Kamboja dan Vietnam serta negara-negara Amerika Tengah dan Selatan seperti Meksiko, Ekuador, Peru, Chili, Bolivia dan Uruguay.
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan Astra Daihatsu Motor (ADM), yang memiliki pabrik di Indonesia, turut disebut-sebut dalam laporan tersebut.
Skandal ini juga dikhawatirkan berimbas terhadap emiten otomotif raksasa Indonesia PT Astra International Tbk (ASII) dan anak usahanya PT Astra Daihatsu Motor (ADM).
Saham ASII Kembali tertekan pekan ini dengan aliran dana asing pun keluar seiring kabar negatif masih membayangi emiten konglomerat otomotif hingga pertambangan tersebut. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham ASII turun 0,95 persen dalam sepekan ke level Rp5.200 per saham.
Investor asing pun membukukan jual bersih (net sell) atas saham ASII senilai Rp237,68 miliar di pasar reguler dalam sepekan pada 12 hingga 16 Februari 2024, tertinggi di bursa.
Dalam sebulan, catatan net sell asing mencapai angka Rp2 triliun, juga terbesar di antara saham lainnya. Saham ASII ambles 5,45 persen di periode yang sama.
Namun demikian, meski tersengat skandal, laba operasional Toyota Motor di Jepang untuk kuartal ketiga yang berakhir 31 Desember mencapai 1,68 triliun yen. Angka ini mengalahkan perkiraan laba rata-rata 1,3 triliun yen dalam jajak pendapat sembilan analis yang dilakukan LSEG.
Perusahaan Jepang tersebut menaikkan perkiraan labanya untuk tahun yang berakhir Maret menjadi 4,9 triliun yen (USD33 miliar) dari perkiraan sebelumnya sebesar Rp4,5 triliun. Jumlah tersebut jauh di atas perkiraan analis rata-rata sebesar 4,6 triliun yen, menurut data LSEG.
Penjualan jenis mobil hybrid melonjak 46 persen, berkontribusi terhadap kenaikan 11 persen dalam penjualan kendaraan secara keseluruhan.
Mobil jenis hybrid menyumbang sekitar sepertiga dari total penjualan lebih dari 10 juta kendaraan merek Toyota dan Lexus tahun lalu.
Melemahnya mata uang yen, yang telah anjlok sekitar 10 persen terhadap dolar sejak akhir tahun 2022, memperkuat dampak kuatnya penjualan global Toyota.
Berdasarkan geografi, Amerika Utara, menjadi pasar terbesar Toyota berdasarkan volume. Wilayah ini melaporkan pertumbuhan terkuat dengan lonjakan penjualan sebesar 28 persen.
Penjualan kendaraan hibrida meningkat di AS karena konsumen menolak harga kendaraan listrik yang tinggi dan cemas dengan jangkauan mobil listrik.
(SLF)