Serikat Petani Kelapa Sawit Dorong Kebijakan Indonesia Turunkan Pajak Ekspor
Petani kelapa sawit mendorong pemerintah agar menurunkan pajak ekspor guna memperkuat daya saing industri.
IDXChannel - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendorong kebijakan Pemerintah Indonesia berpihak kepada petani sawit, dengan menurunkan besaran Pajak Ekspor (Bea Keluar/BK) dan Pungutan Ekspor (PE) sawit hingga nol persen.
Hal tersebut seiring dengan penerapan kebijakan pajak impor diumumkan Trump beberapa hari lalu. SPKS mendorong Pemerintah Indonesia menurunkan besaran Pajak Ekspor (Bea Keluar/BK) dan Pungutan Ekspor (PE) CPO dan produk turunannya menjadi nol persen. Ini lantaran keberadaan besaran BK dan PE akan berakibat langsung terhadap turunnya daya saing industri minyak sawit dan produk turunannya asal Indonesia di pasar global secara keseluruhan.
“Sebaiknya, Pemerintah Indonesia menjaga dan melindungi industri minyak sawit dan produk turunannya secara holistik, sehingga tetap memiliki daya saing kuat sebagai primadona pasar minyak nabati dunia," kata Ketua Umum SPKS Sabarudin dalam keterangan pers Rabu (9/4/2025).
Menurutnya, keberadaan BK dan PE akan makin memperberat kondisi ekonomi perkebunan kelapa sawit milik petani, karena terkena dampak tarif impor 32 persen yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Selain itu, kenaikan pajak impor di negara tujuan ekspor sawit akan berdampak terhadap turunnya harga jual hasil panen petani sawit. SPKS memperkirakan, adanya keputusan tarif dagang Trump akan mendistorsi permintaan CPO dan produk turunan sehingga akan menurunkan harga jual TBS hasil panen petani. Dia memprediksi, harga TBS akan turun berkisar 2-3 persen atau sekitar Rp60 – Rp100 per kg TBS. Dengan demikian, SPKS mengingatkan agar Pemerintah membuka pasar baru di negara lain.
Dia menambahkan, kondisi perdagangan pasar dunia berdasarkan pandangan beberapa pakar ekonomi juga menggambarkan adanya gelombang badai ekonomi global akibat penerapan tarif dagang tinggi yang dilakukan AS.
“Perdagangan global akan menimbulkan badai ekonomi baru, sebagai reaksi dari pemberlakuan tarif dagang AS yang tinggi hingga 32 persen. Kondisi perdagangan dunia bakal mendapat berbagai distorsi baru akibat dampak yang ditimbulkan," ujar Sabarudin.
Dia menambahkan, dampak langsung kebijakan AS akan dirasakan petani kelapa sawit di Indonesia, antara lain terhadap harga hasil panen berupa Tandan Buah Segar (TBS). Hal ini lantaran berdasarkan hukum ekonomi pasar, setiap beban baru yang dikenakan, akan terus terdistribusi hingga mata rantai yang paling lemah.
"Posisi paling lemah sepanjang mata rantai produksi minyak sawit secara umum berada di pihak petani kelapa sawit,” katanya.
Sebab itu, SPKS meminta kepada pemerintahan Presiden Prabowo, untuk menurunkan BK dan PE terhadap CPO dan produk turunannya, bisa diturunkan menjadi 0 persen, sambil terus memperhatikan gejolak ekonomi yang akan timbul akibat penerapan tarif dagang baru AS.
“Atas kondisi perdagangan dunia, selama ini kami berdiskusi mengenai hambatan perdagangan seperti Tarif dan Non Tarif. Tapi dengan adanya penerapan tarif dagang baru yang sangat besar, seolah-olah meniadakan semua perundingan dagang yang telah dilakukan selama ini," ujar Sabarudin.
Menurutnya, dampak dari penerapan tarif yang dilakukan Presiden Trump akan kian parah apabila tidak segera dilakukan antisipasi sedini mungkin.
Apalagi, kondisi perkebunan kelapa sawit kini telah banyak berubah di mana penerapan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan serta pemeliharaan tanaman telah menjadi konsen dari setiap pelaku usaha. Penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan ini juga menimbulkan konsekuensi terhadap naiknya biaya di perkebunan.
Sabarudin menambahkan, Pemerintah juga perlu mengawasi perdagangan berbagai sektor barang dan jasa lainnya, sebagai pendukung perkebunan kelapa sawit, seperti pupuk dan sarana prasarana agar tidak menaikkan harga jualnya.
Melalui antisipasi sedini mungkin ini, SPKS berharap kondusivitas perkebunan kelapa sawit akan tetap terjaga. Kondisi ini sangat penting bagi petani kelapa sawit, supaya kinerja perkebunan sawit bisa terus meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat membantu negara menghasilkan devisa dari penjualan CPO dan produk turunannya.
Kondusivitas juga akan mendukung program ketahanan pangan dan energi yang dilakukan Presiden Prabowo, dengan mendorong partisipasi aktif dari suplai pasokan bahan baku CPO dari kebun petani kelapa sawit, sehingga masyarakat memiliki kemandirian ekonomi.
"Petani kelapa sawit dapat berdiri di atas kakinya sendiri dan bekerja keras membantu pemerintah menyuplai kebutuhan pangan dan energi dalam negeri," kata Sabarudin.
Dia menambahkan, pada beberapa diskusi interaktif bersama para pemangku kepentingan minyak sawit nasional, SPKS juga mendorong suplai bahan baku pabrik biodiesel B40 berasal dari petani kelapa sawit.
Di sisi lain, SPKS juga menyoal keberadaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola dana hingga puluhan triliun rupiah, di mana penggunaan dananya lebih dari 90 persen, dinilai hanya dinikmati pengusaha biodiesel.
“Kami mengusulkan dana sawit yang dikelola BPDPKS dapat digunakan langsung bagi kebutuhan sarana dan prasarana petani kelapa sawit," kata dia. Sabarudin menegaskan, subsidi biodiesel bisa langsung diberikan melalui insentif harga jual TBS petani yang digunakan untuk menyuplai kebutuhan Biodiesel nasional.
(kunthi fahmar sandy)