Skema Power Wheeling Dinilai Bakal Perburuk Kondisi Oversupply PLN dan Bebani Keuangan Negara
Skema Power Wheeling yang saat ini masuk dalam pembahasan RUU EBT akan memperburuk kondisi kelebihan pasokan (oversupply) listrik PT PLN (Persero).
IDXChannel - Skema Power Wheeling yang saat ini masuk dalam pembahasan RUU EBT akan memperburuk kondisi kelebihan pasokan (oversupply) listrik PT PLN (Persero). Pada akhirnya, kondisi itu akan membebani keuangan negara.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF Abra Talatof menjelaskan, saat ini PLN masih dihadapkan dengan situasi kelebihan pasokan listrik. Hal ini terjadi lantaran belum seimbangnya antara produksi dan permintaan listrik masyarakat.
"Selama ini kelebihan pasokan harus ditanggung negara melalui subsidi dan kompensasi listrik, setiap tahun melonjak angkanya, tahun 2023 saja kompensasi listrik sudah mencapai Rp70,9 triliun dan subsidi listrik Rp64 triliun, itu karena persoalan oversupply listrik," ujarnya dalam Market Review IDXChannel, Jakarta, Jumat (13/9/2024).
Di satu sisi, PLN harus tetap membeli listrik lewat skema take or pay (TOP) dari pembangkit, meski listrik tersebut tidak terpakai atau terjual kembali ke masyarakat. Kondisi inilah yang dikhawatirkan akan membebani keuangan PLN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Tahun lalu penjualan listrik ke pelanggan industri hanya tumbuh 0,1 persen. Bayangkan sangat minim sekali pertumbuhan penjualan listrik. Bagaimana kalau supply terus bertambah dan demand tidak bisa menyerap, pasti akan menjadi beban keuangan negara," ujar dia.
Abra membayangkan ke depannya di tengah kondisi oversupply listrik yang semakin besar, maka beban kompensasi dan subsidi akan semakin besar. Jika kapasitas fiskal terbatas, maka opsinya menaikkan tarif listrik atau menggelontorkan kas negara yang lebih besar untuk membayar kompensasi dan subsidi energi.
"Pada ujungnya ketika fiskal kita ditengah penerimaan tertekan, tidak mampu menahan beban subsidi dan kompensasi, pasti akan ada pilihan, menambah utang atau melakuan kenaikan tarif," katanya.
Lebih lanjut, Abra menjelaskan, skema Power Wheeling yang direncanakan oleh pemerintah akan membuka peluang sektor swasta memproduksi dan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat punya opsi untuk membeli listrik, selain dengan PLN.
Abra mengkhawatirkan kondisi itu akan menciptakan pasar listrik yang lebih kompetitif, dan berakhir pada penurunan permintaan listrik kepada perusahaan listrik negara seperti PLN.
"Saya pikir pemerintah dan DPR perlu sangat hati-hati untuk meloloskan klausul skema ini, karena ini tidak hanya berdampak terhadap sektor tenaga listrik jangka pendek, tetapi jangka panjang, ini akan menjadi pintu masuk liberalisasi, yang mana persoalan struktural masih terjadi mismatch antara supply and demand listrik," kata dia.
(Dhera Arizona)