Skema Power Wheeling Terus Disoal, Pemerintah Diminta Tak Gegabah
pemerintah saat ini diyakini sudah tidak lagi membutuhkan skema power wheeling, seiring dengan telah ditetapkannya RUPTL untuk periode 2021 sampai 2030.
IDXChannel - Pemerintah terus berupaya mempercepat pembahasan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang sempat molor.
Salah satunya dengan mencoba mengurai dampak dan manfaat dimasukkannya pembahasan tentang mekanisme power wheeling dalam RUU, yang memantik pro-kontra dari berbagai pihak.
Power wheeling sendiri merupakan mekanisme yang mengatur tentang perusahaan swasta (independent power producers/IPP) untuk dapat ikut membangun pembangkit listrik secara mandiri, dan lalu menjual setrum hasil produksinya ke pelanggan rumah tangga dan industri.
Masalahnya, pemerintah saat ini diyakini sudah tidak lagi membutuhkan skema power wheeling, seiring dengan telah ditetapkannya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2021 sampai 2030.
Beleid tersebut telah mengakomodasi keberadaan pembangkit EBT dengan kapasitas yang cukup signifikan, yaitu mencapai 20,9 GW, atau 51,6 persen dari total penambahan pembangkit.
Karenanya, dengan masih adanya usulan dari sejumlah pihak agar skema prower wheeling tetap dimasukkan dalam RUU EBET, kekhawatiran pun muncul bahwa upaya termasuk disinyalir sarat kepentingan terselubung.
"Karena itu pemerinta dan DPR kami harap bisa lebih berhati-hati, karena dalam dalam kajian dan pembicaraan di internal, kami melihat adanya risiko liberalisasi pasar ketenagalistrikan dalam skema power wheeling," ujar Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), As Natio Lasman, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Kamis (28/9/2023).
Pemerintah, menurut Lasman, harus secara jeli melihat risiko model transaksi jual beli tenaga listrik jika memang nantinya skema power wheeling bakal diterapkan.
"Nanti, swasta bisa jual listrik tanpa melalui pemerintah. Di sini kepentingan nasional akan hancur, karena pemerintah tidak akan mendapatkan apa-apa, selain izin-izin pendirian pembangkit," tutur Lasman.
Memang, Lasman menjelaskan, ide skema power wheeling semula muncul dimaksudkan untuk mempercepat realisasi EBET.
Namun, pemerintah juga perlu mewaspadai adanya kemungkinan terjadinya surplus listrik dalam negeri lewat penerapan power wheeling.
"Kami melihat adanya risiko yang kompleks dari yang kami paparkan tersebut. Ini penting untuk kelangsungan kedaulatan energi di Indonesia," ungkap Lasman.
Dan lagi, lanjut Lasman, skema power wheeling pada dasarnya sudah pernah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi (MK) dari UU Ketenagalistrikan melalui putusan No.001-021-022/2003, dan selanjutnya melalui Putusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK.
Putusan tersebut menghendaki agar pola unbundling dalam kelistrikan tersebut dihentikan, lantaran tidak sesuai dengan konstitusi, yaitu pasal 33 UUD 1945.
"Jadi jangan disahkan lagi, meski dengan dalih apa pun," tegas Lasman. (TSA)