SKK Migas: Perusahaan Asal Inggris sampai Italia akan Berinvestasi di Sektor Hulu
SKK Migas mengungkapkan ada sejumlah perusahaan luar negeri yang sudah berkomitmen untuk berinvestasi di sektor hulu migas pada tahun 2023.
IDXChannel - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkap, ada beberapa perusahaan asing sudah berkomitmen untuk berinvestasi di sektor hulu migas pada tahun 2023.
"Banyak [yang sudah berkomitmen investasi] pertama, karena wilayah kerja banyak di Pertamina dan itu cukup agresif juga berinvestasi dalam melakukan pengeboran, British Petroleum (BP) asal UK, dia ada satu projek besar yang akan dilaksanakan pada tahun ini," kata Dwi dalam Market Review IDX Channel, Selasa (24/1/2023).
Kemudian ada perusahaan asal Inggris yakni Premier Oil yang akan menggarap pengembangan atau Plan of Development (POD) Pertama Lapangan Tuna di Wilayah Kerja (WK) atau Blok Tuna, perairan Natuna.
Selanjutnya, yakni ENI, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Italia, Mubadala Energy dan Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
"Untuk dalam negeri, itu ada Pertamina, EMP [PT Energi Mega Persada] yang dalam tahun-tahun ini meningkat investasinya dibandingkan tahun lalu," katanya.
Lebih lanjut, Dwi mengatakan pada pada tahun ini akan ada perusahaan besar asal Amerika yang akan melakukan kegiatan eksplorasi untuk pengeboran unkonvensional minyak dan gas.
"Tahun ini kita akan mengebor pertama kali mengenai unconventional oil dan gas. Jadi minyak non konvensional dan ini ada perusahaan Amerika yang akan berinvestasi," katanya.
Meski banyak perusahaan yang akan berinvestasi di sektor migas di Indonesia, Dwi tidak menjelaskan lebih lanjut terkait dengan nilai investasi dari sejumlah perusahaan tersebut.
Untuk diketahui, SKK Migas pada tahun 2023, menargetkan investasi sektor hulu migas menyentuh USD 15,54 miliar atau setara dengan Rp234,18 triliun dengan asumsi kurs Rp15.070 per USD.
Angka tersebut naik 26 persen dari capaian investasi di 2022 yang berada di kisaran USD 12,3 miliar atau setara dengan Rp185,36 triliun.
(SLF)