ECONOMICS

Soal Kenaikkan Harga BBM Subsidi, Pengamat: Kalau Belum Clear, Sebaiknya Tidak Disampaikan

Rizky Fauzan 02/09/2022 09:57 WIB

Isu kenaikan harga BBM subsidi berawal dari perkataan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Soal Kenaikkan Harga BBM Subsidi, Pengamat: Kalau Belum Clear, Sebaiknya Tidak Disampaikan. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi, menilai isu kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi adalah kebijakan yang belum clear secara internal pemerintah. 

Isu kenaikan harga BBM subsidi berawal dari perkataan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Hal ini menyebabkan kepanikan di masyarakat dan membentuk persepsi konsumen. Alhasil, masyarakat yang panik, mulai menaikkan harga sebagai sebuah bentuk antisipasi apabila terjadi kenaikan harga BBM.

“Dalam teori kebijakan publik, kalau sesuatu yang belum clear sebaiknya jangan disampaikan ke publik. Ini bisa membentuk persepsi konsumen untuk antisipasi. Ini harus menjadi koreksi kita semua, karena saat ini yang tidak terkait harga BBM juga naik," kata Komaidi dalam diskusi virtual, Kamis (1/9/2022).

Dia pun menganalisis alasan pemerintah yang masih belum menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi hingga saat ini. Padahal, sudah lebih dari seminggu isu kenaikan harga BBM subsidi berhembus.

Menurutnya, hal ini lantaran pemerintah masih berupaya menjaga daya beli masyarakat, di mana sektor konsumsi menyumbang 55-60% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Pemerintah berupaya semaksimal mungkin menjaga daya beli masyarakat. Tapi kondisi APBN ini berat untuk semuanya. Daya beli ini penting, karena sebagian PDB kita, drivernya dari sektor konsumsi kira-kira di 55-60% PDB kita dari sektor konsumsi,” kata Komaidi secara virtual, Kamis (1/9/2022).

Dia mengatakan, sejak perang Rusia-Ukraina pasokan minyak mentah mengalami gangguan dari sisi penawaran. Rusia memproduksi 15 juta barrel minyak mentah per hari, dengan konsumsi 2-3 juta barrel per hari, sehingga ada sekitar 12 juta barrel per hari yang diekspor.

"Kalau itu dilarang keluar oleh AS dan Eropa, akan terjadi kelangkaan di pasar sebanyak 12 juta barrel, dan mendorong kenaikan harga signifikan," katanya.

Komaidi menuturkan kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada kenaikan harga kebutuhan. Di sisi lain, pemerintah mencatat sebagian besar konsumsi BBM bersubsidi malah dinikmati oleh masyarakat mampu.

"Saya bukan menyampaikan subsidinya enggak pas. Subsidi sudah betul dalam ekonomi makro, dan kebijakan publik, itu memang diperlukan. Tapi dari alokasi dan caranya, saya kira perlu ditata, karena fakta dan data menunjukkan sebagian besar dinikmati orang kaya,” lanjut dia.

Di sisi lain, kenaikan harga BBM subsidi dinilai kurang pas dilakukan saat ini, karena harga minyak dunia turun. Ini juga yang membuat pemerintah akhirnya menurunakan harga BBM non subsidi hari ini.

“Ini kenapa pemerintah maju mundur, saat ini kurang pas (menaikkan harga BBM subsidi) karena harga minyaknya sedang turun,” papar Komaidi. (NIA)

SHARE