Soal Utang Rafaksi Rp344 Miliar, Pengusaha Migor Kena PHP Kemendag
Pertemuan Aprindo dan pengusaha migor dengan Kemendag hari ini kembali tidak menghasilkan kepastian terkait utang rafaksi minyak goreng Rp344 miliar.
IDXChannel - Pertemuan Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) dan produsen minyak goreng (migor) dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) hari ini kembali tidak menghasilkan kepastian terkait utang rafaksi minyak goreng Rp344 miliar.
Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah peritel yang hadir berjumlah 5 perusahaan dan 10 produsen minyak goreng. Adapun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey hadir mewakili perusahaan ritel lainnya.
Saat ditemui wartawan, Roy mengaku senang bahwa ada kemajuan satu langkah dari permasalahan rafaksi minyak goreng ini. Kata dia, setidaknya pada pertemuan ini dari pihak produsen hadir untuk bersuara. Pasalnya, selama ini hanya pihak Aprindo saja.
"Hari ini kami dipertemukan oleh Kemendag dengan produsen minyak goreng. Karena ini adalah perjuangan bersama antara peritel dan produsen minyak goreng. Di mana selama ini hanya peritel saja yang bersuara dan produsen tidak mengeluarkan statement," ujar Roy di Kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (11/5/2023).
Namun, kata Roy, dari pertemuan tadi belum ada perkembangan dari pertemuan sebelumnya, alias nihil. "Jawaban yang sama yang kita dapatkan pada pertemuan Minggu lalu," cetusnya.
Lebih rinci, Roy memaparkan, pokok pembicaraan utamanya itu sebenarnya Aprindo meminta kepastian perihal penyelesaian rafaksi minyak goreng. Mengingat Kemendag sudah meneruskan permasalahan ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mendapatkan legal opinion (LO).
Tetapi, yang menjadi pertanyaan peritel, kapan legal opinion itu bisa diumumkan? Sebab, hasil legal opinion ini mengandung konsekuensi, apakah keputusannya dibayar atau tidak ihwal utang tersebut.
Namun, apabila hasilnya tidak sesuai harapan, Roy bersiteguh untuk memperjuangkan hak para peritel mendapatkan penggantian selisih harga minyak goreng yang mencapai Rp 344 miliar itu. Sebab, saat ini pelaku usaha sedang meningkatkan produktivitasnya.
"Kalau tidak dibayar itu akan ada langkah-langkah lainnya. Tentunya kami pelaku usaha akan berjuang lagi karena membuat rugi pelaku usaha di saat pelaku usaha sedang meningkatkan produktivitasnya untuk terus mendukung kegiatan perdagangan supaya ekonomi kita bertumbuh dan maju," tandas Roy. (RRD)