ECONOMICS

Starlink Mulai Berbisnis di Indonesia, KPPU Soroti Soal TKDN hingga Predatory Pricing

Wahyudi Aulia Siregar 08/08/2024 13:07 WIB

Starlink mulai berbisnis internet di Indonesia. Hal itu pun menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Starlink Mulai Berbisnis di Indonesia, KPPU Soroti Soal TKDN hingga Predatory Pricing. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Starlink mulai berbisnis internet di Indonesia. Hal itu pun menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

KPPU bahkan menggelar diskusi kelompok terarah (FGD) di Jakarta pada Selasa, 6 Agustus 2024 lalu terkait kehadiran Starlink di tanah air.

Anggota KPPU, Hilman Pujana, yang memimpin diskusi itu mengatakan dalam diskusi tersebut bahwa Starlink telah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk berbisnis di Indonesia. Namun perusahaan Elon Musk itu tetap perlu memberdayakan tenaga kerja dan industri dalam negeri, yang sejauh ini belum maksimal dilakukan.

"Kehadiran Starlink di Indonesia harus diikuti dengan pemenuhan kewajiban dan hak yang sama dengan penyelenggara lainnya. Jadi Starlink perlu memerhatikan bagaimana kontribusi terhadap sumber pemasukan bagi Indonesia, mengingat saat ini perangkat yang digunakan dalam instalasi Starlink sepenuhnya diproduksi oleh asing," kata Hilman dalam keterangan resmi KPPU, Kamis (8/8/2024).

Starlink juga dinilai perlu untuk meningkatkan pemberdayaan manufaktur dalam negeri yang dalam hal ini penerapan aturan minimum Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bagi Starlink.

"Selain dari sisi perangkat, kehadiran Starlink juga perlu memperhatikan keterlibatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja Indonesia," katanya.

Dia juga menekankan upaya KPPU menjaga agar tidak terjadi jual rugi (predatory pricing) pada industri, karena dengan memperhatikan preferensi masyarakat akan harga murah, pelaku usaha yang menawarkan harga yang predatory akan menyingkirkan pesaingnya. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya monopoli pada pasar dan merugikan konsumen karena terbatasnya pilihan produk dan atau jasa.

Hilman menegaskan, KPPU akan terus mengkaji kehadiran Starlink dari berbagai perspektif guna menjaga kepentingan umum, efisiensi bisnis, dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan KPPU dan Undang-Undang persaingan usaha.

“Kemajuan teknologi tidak bisa kita tahan, hanya bagaimana kita menyikapi bersama kehadiran teknologi baru. Kami (KPPU) pada intinya sangat concern dengan kehadiran Starlink, dan harapannya dapat menjaga kondusifitas ekosistem telekomunikasi di Indonesia,” tuturnya.

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) menyebut Starlink telah memenuhi berbagai kewajiban untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia sesuai dengan regulasi yang berlaku. Kewajiban yang telah dipenuhi meliputi Hak Labuh Satelit dan Izin Stasiun Radio (ISR) Angkasa dengan masa laku 1 tahun, dengan 6 jenis perangkat Starlink telah bersertifikasi termasuk perangkat antena gateway, router dan antena user terminal.

Starlink juga sudah memiliki Surat Keterangan Laik Operasi (SKLO) untuk Penyelenggaraan Jaringan Tertutup Melalui Media VSAT dan Penyelenggaraan Jasa Multimedia Layanan Akses Internet (ISP) serta Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup Media VSAT dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Penyelenggaraan Jasa Multimedia Layanan Akses Internet.

"Namun Pemerintah juga perlu mengutamakan perlindungan konsumen yang menggunakan Starlink. Perlu mendapatkan perhatian bahwa saat ini Starlink hanya memiliki satu pusat perbaikan (service center) untuk menampung keluhan konsumen baik terkait layanan maupun kerusakan perangkat. Hal ini perlu dinilai apakah cukup mengingat harga perangkat yang cukup mahal dan biaya berlangganan yang cukup tinggi," kata dia.

Hadir dalam diskusi tersebut Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok dan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Mangasas Swandy.

Kemudian, perwakilan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) serta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

(Febrina Ratna)

SHARE