ECONOMICS

Studi Ini Sebut Pekerja Perempuan Kian Terancam di Tengah Euforia AI

Maulina Ulfa - Riset 31/05/2023 17:46 WIB

Euforia teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kian membuat geger sektor tekno.

Studi Ini Sebut Pekerja Perempuan Kian Terancam di Tengah Euforia AI. (Foto: Unsplash)

IDXChannel - Euforia teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kian membuat geger sektor teknologi. Teranyar, saham perusahaan pembuat chip dan infrastruktur komputer, Nvidia Corp (NVDA) meroket hampir menyentuh 30% dalam perdagangan dua pekan terakhir.

Ini membuat NVDA menjadi perusahaan tekno dengan valuasi menembus USD1 triliun, mendekati tiga raksasa tekno lainnya yakni Microsoft (MSFT), Google (GOOGL), dan Apple (AAPL).

Dilaporkan Reuters, perkembangan teknologi AI telah mendukung bisnis Nvidia dalam beberapa waktu terakhir.

Didukung kemunculan ChatGPT yang telah menjadikan AI generatif sebagai pusat bisnis teknologi tahun ini.

Perkembangan AI memerlukan komputer kapasitas besar yang memproses data dan menggerakkan AI yang disebut graphics processing unit (GPU). Menurut analis, Nvidia menghasilkan sekitar 80% GPU.

GPU dirancang untuk menangani perhitungan matematis tertentu yang terlibat dalam komputasi AI dengan sangat efisien.

Sebaliknya, unit pemrosesan pusat generik dari perusahaan seperti Intel (NASDAQ:INTC) menangani berbagai tugas komputasi yang lebih luas dengan efisiensi yang lebih rendah.

ChatGPT milik OpenAI, misalnya, ternyata dibuat dengan ribuan GPU milik Nvidia.

Bahkan Financial Times melaporkan pada April, CEO Tesla dan Twitter, Elon Musk, juga menggunakan GPU dari Nvidia untuk pengembangan startup AI-nya.

Namun, kehadiran AI menjadi berkah sekaligus ancaman, terutama bagi pekerja perempuan.

Pekerjaan Perempuan Terancam

Melansir Bloomberg, studi yang dilakukan sebuah perusahaan intelijen tenaga kerja berbasis New York, Amerika Serikat (AS), Revelio Labs, menemukan pekerjaan yang melibatkan perempuan akan lebih rentan tergantikan oleh teknologi AI.

Hal ini disebabkan oleh bias sistemik dalam masyarakat, yang mendorong perempuan ke dalam peran yang cenderung bersifat administratif atau sekretaris yang sangat mudah digantikan oleh sistem AI.

Adapun menurut laporan World Economic Forum (WEF) dalam Future of Jobs Survei 2023, sejumlah pekerjaan paling banyak hilang dan tergantikan AI, di antaranya:

  1. Petugas entri data
  2. Sekretaris eksekutif dan administrasi
  3. Petugas akuntansi, pencatatan data, dan pembayaran gaji
  4. Petugas keamanan
  5. Petugas kebersihan dan penjaga gedung
  6. Petugas tiket dan kasir
  7. Petugas penyimpanan stok dan pencatatan material
  8. Pekerja pabrik
  9. Petugas layanan pos
  10. Teller bank

Untuk sampai pada kesimpulannya, studi Revelio Labs pertama-tama melihat studi pihak ketiga dari National Bureau of Economic Research, yang bertujuan untuk menentukan posisi pekerjaan yang paling terancam oleh AI dalam waktu dekat.

Kemudian, para peneliti memecah demografi tipikal dari setiap posisi berdasarkan jenis kelamin. Dari metode tersebut, Revelio Labs menyimpulkan bahwa posisi perempuan menjadi yang paling rentan tergantikan oleh AI.

“Distribusi gender di seluruh pekerjaan mencerminkan bias yang mengakar kuat dalam masyarakat kita, dengan perempuan seringkali terbatas pada peran seperti asisten administrasi dan sekretaris. Akibatnya, dampak AI menjadi cenderung merugikan salah satu gender,” kata Hakki Ozdenoren, ekonom di Revelio Labs.

Perusahaan perangkat lunak berbasis AS, IBM menjadi salah contoh perusahaan yang akan menghentikan perekrutan secara eksplisit untuk mempertimbangkan penggunaan AI sebagai tenaga kerja. Dengan AI, perusahaan dapat mengganti hingga 7.800 pekerjaan.

Lebih lanjut, sebuah survei dari Tech.co mengungkapkan, hampir setengah atau sekitar 47% dari pemimpin bisnis dan pembuat keputusan saat ini mengatakan bahwa mereka mempertimbangkan untuk memilih AI sebagai pengganti untuk mempekerjakan karyawan baru.

Ini semakin membuat posisi perempuan dalam angkatan kerja terancam. Padahal, partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk mendongkrak ekonomi.

Berdasarkan studi UN Women, perempuan menyumbang 37%dari PDB global.

Selain itu, semua jenis pekerjaan perawatan wanita, termasuk pekerjaan tidak berbayar, menghasilkan USD11 triliun secara global atau menyumbang 9 persen dari PDB global.

Di Indonesia sendiri, angkatan kerja perempuan di sektor formal mencapai 35,57% secara nasional. Ini menunjukkan posisi perempuan dalam angkatan kerja cukup besar dan signifikan, meski angkanya masih lebih kecil dibanding pekerja laki-laki. (Lihat tabel di bawah ini.)

Untuk itu, potensi perempuan sangat penting untuk pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Jika pekerjaan perempuan digantikan AI, maka bisa dipastikan bahwa perekonomian akan terganggu. (ADF)

SHARE