Surat Terbuka MTI ke Prabowo: Anggaran Subsidi Transportasi Jangan Dipangkas
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang baru-baru ini menerbitkan Inpres 1 Tahun 2025.
IDXChannel - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang baru-baru ini menerbitkan Inpres 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, lewat Inpres tersebut, anggaran sejumlah Kementerian dan Lembaga ikut terpangkas. Termasuk Kementerian yang membidangi pembangunan infrastruktur dan penyelenggara sistem transportasi massal di Indonesia, seperti Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Pemangkasan anggaran di Kementerian Perhubungan sendiri sebesar Rp17,9 triliun, yang semula Rp31,45 triliun menjadi Rp13,6 triliun. Bahkan sekitar Rp5,7 triliun hanya untuk membayar gaji pegawai ASN Kemenhub selama satu tahun," ujarnya dalam pernyataan tertulis, Minggu (2/2/2025).
Anggaran Rp17,5 triliun yang dipangkas, menurut Djoko, termasuk subsidi transportasi yang meliputi (1) Perhubungan darat (angkutan jalan, angkutan antar moda, angkutan barang, perintis penyeberangan, Roro Long Distance Ferry, angkutan perkotaan dan angkutan perkotaan mendukung IKN); (2) Perhubungan Udara (angkutan perintis kargo, angkutan perintis penumpang, angkutan subsidi kargo, dan subsidi BBM penumpang, subsidi BBM kargo); (3) Perkeretaapian dengan subsidi KA Perintis di enam lintas KA: dan (4) Perhubungan Laut (penyelenggaraan angkutan Tol Laut, angkutan perintis laut, dan kapal ternak).
Djoko juga mendapatkan informasi bahwa semula per 1 Februari 2025 semua operator yang mengoperasikan moda angkutan yang mendapat subsidi transportasi DIPA Kementerian Perhubungan, agar melakukan penundaan layanan beroperasi. Namun, dini hari (masih pada hari yang sama) ada surat pembatalan penundaan layanan itu, sehingga semua layanan angkutan umum tetap beroperasi seperti semula.
"Jika benar ditunda, akan besar dampaknya terhadap pengangguran ribuan pekerja transportasi dan melumpuhkan akses layanan transportasi bagi warga menengah ke bawah yang memang mengandalkan fasilitas transportasi umum untuk aktivitas kesehariannya," kata dia.
Dia menegaskan, angkutan umum tidak berbicara soal kemacetan, tetapi korelasinya besar terhadap kemiskinan. Daerah miskin biasanya memiliki akses terhadap transportasi buruk.
"Saya menyayangkan pemangkasan anggaran dilakukan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis yang berimbas isu lain, termasuk anggaran transportasi umum harus dikorbankan. Penyelenggaraan angkutan umum untuk memikirkan kaum fakir yang terpinggir," ujarnya.
Ketimbang memangkas alokasi subsidi angkutan umum, Djoko berpendapat, lebih pantas untuk mengalihkan sebagian anggaran subsidi BBM untuk penyelenggaraan angkutan umum di daerah. Sebab, data Kementerian ESDM (2012) menunjukkan 93 persen subsidi BBM dinikmati warga mampu (memiliki kendaraan pribadi), sementara angkutan barang menikmati 4 persen dan angkutan umum cuma 3 persen.
Menurutnya, negara maju adalah negara yang sudah memiliki jaringan transportasi umum, fasilitas pejalan kaki, jalur pesepeda, akses layanan transportasi bagi disabilitas dan lansia bagus. Pejabat dan masyarakat sudah terbiasa menggunakan angkutan umum.
"Jangkauan layanan angkutan umum perkotaan sudah bisa meng-cover 90 persen wilayah, seperti halnya angkutan umum di Jakarta, walau belum banyak yang beralih ke angkutan umum," ujar Djoko.
(Dhera Arizona)