Tambah Saham di Freeport, Pemerintah Minta PTFI Bangun Smelter di Timika
Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan nilai investasi mencapai US$3 miliar yang berada di Gresik, Jawa Timur akan mulai beroperasi besok, 1 Juli 2024.
IDXChannel - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengungkap smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan nilai investasi mencapai US$3 miliar yang berada di Gresik, Jawa Timur akan mulai beroperasi besok, 1 Juli 2024.
“Mulai 1 Juli ke depan, pabrik Freeport akan mengolah konsentrat tembaga dari Timika di Gresik. Dalam satu tahun, pabrik ini akan menghasilkan 60 ton emas murni, 400 ribu ton katoda tembaga, dan berbagai produk turunan lainnya,” ungkap Bahlil dalam keterangan resmi Jumat, (31/5/2024).
Saat ini pemerintah Indonesia juga tengah mendorong PTFI untuk membangun smelter di Timika, Papua Tengah, dekat dengan tambang Freeport.
Permintaan ini beriringan dengan rencana pemerintah yang akan menambah jumlah saham milik Indonesia di PTFI menjadi 61 persen pada tahun 2041 mendatang.
“Kita akan mengakuisisi lagi sahamnya tambah 10 persen. Sekarang kan kita 51 persen, kita ingin Indonesia harus mayoritas lagi, negosiasinya sudah selesai dan Freeport setuju untuk penambahan saham 10 persen pada 2041 ke atas,” jelasnya.
Pembangunan smelter dan proses divestasi saham Freeport merupakan bagian dari program hilirisasi pemerintah, yang merupakan salah satu strategi investasi yang dilakukan oleh negara untuk menciptakan lapangan pekerjaan di masa mendatang.
“Dunia saat ini sedang berbicara tentang green energy dan green industry. 2035 puncaknya bonus demografi, 65 persen penduduk Indonesia adalah usia produktif. Karena itu kita harus mendesain dari sekarang agar bangsa kita tidak menjadi negara konsumtif,” ujarnya.
Bahlil memberikan contoh, cadangan nikel Indonesia mencapai 25% dari total cadangan nikel dunia, sehingga pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor bijih nikel pada tahun 2019. Kebijakan tersebut berhasil memberikan nilai tambah terhadap perekonomian Indonesia.
“Nilai ekspor kita untuk nikel hanya US$3,3 miliar di 2017. Begitu kita stop ekspor bahan baku, kita bagun industrinya, kita bangun pabriknya di Indonesia, apa yang terjadi pada 2023 kenaikannya menjadi US$33,5 miliar atau hampir sebesar Rp500 triliun,” imbuhnya.
Bahlil mengatakan, banyak negara-negara maju yang tidak senang atas kebijakan Indonesia yang melarang ekspor bijih nikel. Bahkan, Indonesia sempat digugat oleh Uni Eropa di World Trade Organization (WTO) terkait kebijakan tersebut.
“Mereka takut negara kita kuat. dan saya masih yakin bahwa ada sebagian negara lain yang tidak ingin Indonesia berdaulat dalam mengelola kekayaannya sendiri,” pungkasnya.
(SLF)