Tarif Naik, Bagaimana dengan Penerimaan Pajak Hiburan Jakarta dan Yogyakarta di 2023?
Polemik terkait kenaikan pajak hiburan tampaknya masih akan terus berlanjut.
IDXChannel - Polemik terkait kenaikan pajak hiburan tampaknya masih akan terus berlanjut.
Pasalnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut kenaikan tarif pajak hiburan dapat mengganggu iklim bisnis di Indonesia.
Dalam konferensi pers realisasi investasi 2023, Rabu (24/1/2024), Bahlil mengatakan dirinya kaget dengan kenaikan tarif pajak hiburan ini.
"Pajak hiburan, saya juga kaget, ini memang mengganggu tapi Pak Luhut telepon saya untuk di-hold dulu," kata Bahlil.
Wacana ini bergulir dan menetapkan bahwa tarif pajak hiburan naik menjadi 40 persen minimum dan maksimal 75 persen pada tahun ini.
Menyikapi hal ini, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) memastikan tidak mengikuti kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Hiburan atau Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan sebesar 40-75 persen. Sebaliknya, GIPI tetap mengacu pada regulasi yang lama.
Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya hanya memberlakukan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Salah satu poin yang dijelaskan beleid ini perihal retribusi daerah, di mana pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
“Jadi itu bisa dihilangkan menjadi mulai dari 0 persen atau mengikuti tarif yang lama," ujar Hariyadi saat ditemui wartawan Jakarta Pusat, Senin (22/1).
Aturan Baru Tentang Pajak Hiburan
Sebelumnya, pemerintah melakukan penurunan tarif PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu) atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
“Pemerintah menetapkan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Hal tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Christyana.
Sementara itu, tarif PBJT untuk jasa kesenian dan hiburan secara umum turun dari semula sebesar paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen.
Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.
Selain itu secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran.
“PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru, sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan,” tutur Lydia.
Sebagai informasi, pajak hiburan dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah dan menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pemerintah daerah yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 42 ayat (2) Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan.
Pendapatan Daerah dari Pajak Hiburan
DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang memperoleh pajak daerah jumbo, termasuk dari pajak hiburan. Data Badan Penerimaan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta mencatat, realisasi penerimaan pajak Jakarta mencapai Rp43,5 triliun sepanjang 2023.
Berdasarkan jenis pajak daerahnya, DKI Jakarta paling banyak mengantongi pajak kendaraan bermotor (PKB) yang mencapai Rp9,41 triliun.
Untuk pajak hiburan, Pemprov DKI hanya menerima sebesar Rp687 miliar pada 2023. Angka ini cukup kecil jika melihat banyaknya kelab dan diskotik serta pusat hiburan lainnya di ibu kota.
Penerimaan pajak paling kecil berasal dari pajak air tanah (PAT), sebesar Rp83,7 miliar sepanjang tahun lalu.
Beda nasib, meski di DKI tergolong sedikit, namun penerimaan pajak hiburan DI Yogyakarta jauh lebih kecil dari Jakarta meskipun memiliki gelar sebagai kota wisata. Pajak hiburan DIY hanya mencapai Rp40,62 miliar. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sementara menurut laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tentang realisasi penerimaan pajak daerah dari seluruh wilayah di Indonesia, jumlahnya mencapai Rp154,05 triliun pada Agustus 2023. Angkanya tumbuh 6,6 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (yoy).
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kenaikan pendapatan daerah dari pajak ini ditopang oleh peningkatan realisasi pajak yang bersifat konsumtif, yakni pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir.
"Ini membuktikan bahwa kegiatan ekonomi dan terutama konsumsi masyarakat tetap berjalan dan telah memberikan dampak pada penerimaan daerah," kata Sri Mulyani pada konferensi pers daring APBN Kita, Rabu (20/9/2023).
Provinsi Bali sebagai salah satu tujuan wisata dan hiburan menjadi provinsi yang mengalami kenaikan pertumbuhan pajak daerah tertinggi yang mencapai 81,2 persen pada periode tersebut.
"Untuk daerah-daerah pusat pariwisata seperti Bali, terlihat kenaikannya luar biasa," imbuh Menkeu.
Per Agustus 2023, pajak hotel di Pulau Dewata mencapai Rp2,38 triliun pada Agustus 2023. Jumlahnya melesat pesat hingga 240,4 persen dari periode sebelumnya (yoy).
Diketahui provinsi ini mengandalkan sektor pariwisatanya sebagai sumber pendapatan daerah, juga seperti DI Yogyakarta.
Kemudian Kalimantan Tengah di peringkat kedua dengan pertumbuhan pajak daerah sebesar 20,5 persen secara bulanan. Disusul Kalimantan Utara dengan pertumbuhan pajak daerah mencapai 17 persen. (ADF)