Tembaga dan Nikel, Logam Penting di Era Energi Bersih
Bahan baku yang dibutuhkan untuk mengangkut dan menyimpan energi bersih sangat penting untuk transisi energi.
IDXChannel - Bahan baku yang dibutuhkan untuk mengangkut dan menyimpan energi bersih sangat penting untuk transisi energi. Tembaga dan nikel adalah dua logam penting di era energi masa depan.
Berdasarkan laporan CanAlaska Uranium, sebagaimana dilansir Visual Capitalist, Senin (23/10/2023), tembaga sangat penting untuk transmisi dan distribusi listrik bersih, sedangkan nikel memberi daya pada baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi.
Dalam hal menghantarkan listrik, tembaga menjadi logam terbaik kedua setelah perak. Sifat ini menjadikannya bahan dasar yang sangat diperlukan untuk berbagai teknologi energi, termasuk:
- Kendaraan listrik: Rata-rata, sebuah mobil listrik mengandung 53 kg tembaga, terutama pada kabel dan komponen mobil.
- Tenaga surya: Panel surya menggunakan 2,8 ton tembaga per megawatt (MW) dari kapasitas terpasang, terutama untuk penukar panas, kabel, dan pemasangan kabel.
- Energi angin: Turbin angin darat mengandung 2,9 ton tembaga per MW kapasitas. Turbin angin lepas pantai, yang biasanya menggunakan tembaga pada kabel bawah laut, menggunakan 8 ton per MW.
- Jaringan listrik: Tembaga adalah pilihan yang lebih disukai jika dibandingkan dengan alumunium untuk jaringan transmisi dan distribusi listrik karena keandalan dan efisiensinya.
Menurut BloombergNEF, permintaan tembaga dari aplikasi energi bersih akan meningkat dua kali lipat pada 2030 mengingat perannya yang ekspansif dalam energi bersih. Tabel di bawah ini membandingkan permintaan tembaga tahunan dari energi bersih pada 2020 vs 2030. (Lihat tabel di bawah.)
Meskipun jaringan listrik akan menyumbang porsi terbesar dari permintaan tembaga tahunan hingga 2030, baterai kendaraan listrik diproyeksikan menjadi ujung tombak pertumbuhan.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, nikel adalah bahan utama dalam baterai lithium-ion untuk mobil listrik dan sistem penyimpanan energi stasioner.
Catatan saja, untuk EV, katoda berbasis nikel menawarkan kepadatan energi yang lebih tinggi dan jarak tempuh yang lebih jauh dibandingkan dengan katoda dengan kandungan nikel yang lebih rendah.
Menurut Wood Mackenzie, baterai dapat mencapai 41 persen dari permintaan nikel global pada 2030, persentase tersebut naik dari hanya 7 persen pada 2021.
Lebih rinci, katoda berbasis nikel untuk baterai lithium-ion, termasuk NMC (Nikel Mangan Kobalt) dan NCA (Nikel Kobalt Aluminium), lazim digunakan pada kendaraan listrik dan menguasai lebih dari 50 persen pasar kimia katoda baterai.
Baik tembaga maupun nikel merupakan bahan penyusun penting EV dan teknologi utama lainnya untuk transisi energi dan pada akhirnya mewujudkan energi bersih di masa depan.
Dengan semakin banyaknya teknologi yang digunakan, logam-logam ini akan semakin diminati, seiring dengan aplikasi energi bersih yang melengkapi penggunaan industri yang sudah ada. (ADF)