Terancam Resesi, Simak Perbedaan Indeks Harga Konsumen AS dengan RI
Inflasi IHK Amerika Serikat (AS) diperkirakan menurun ke tingkat tahunan sebesar 8,1 persen pada bulan Agustus, dibanding bulan sebelumnya sebesar 8,5 persen.
IDXChannel - Kondisi perekonomian global hingga saat ini belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19 dan ketidakpastian geopolitik global. Menurut prediksi Bank Indonesia (BI), perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah dari prakiraan sebelumnya.
Hal tersebut disertai pula dengan peningkatan risiko stagflasi (inflasi tinggi dibarengi perlambatan ekonomi) atau resesi dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan.
Teranyar, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengatakan, AS menghadapi risiko resesi di tengah usaha memerangi inflasi yang meninggi yang dapat memperlambat ekonomi.
Resesi di AS menjadi sebuah risiko lantaran bank sentral AS (The Fed) “saat ini melakukan pengetatan kebijakan moneter untuk menekan inflasi,” kata Janet, dikutip dari Channel News Asia, Senin (12/9).
Kondisi ini menyebabkan tekanan inflasi meningkat terutama karena tingginya harga komoditas pangan dan energi global. Sementara itu, perlu diwaspadai perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) akibat stagflasi yang tengah terjadi.
Pertumbuhan ekonomi negeri Paman Sam cenderung melandai dibarengi dengan inflasi yang melonjak tajam mencapai 9,1 persen pada Juni 2022
Dalam hal ini, penting untuk melihat performa Indeks Harga Konsumen (IHK) di AS dan bagaimana kondisi Indonesia hari ini.
Adapun IHK adalah indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dapat dikonsumsi dalam kurun waktu tertentu. IHK menjadi indikator penting yang digunakan untuk mengukur tingkat. inflasi suatu negara
Di Indonesia, mengutip BI, inflasi di bulan Agustus tercatat sebesar 4,69 persen year on year (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya mencapai 4,94 persen (yoy).
Sementara mengutip Investing, data inflasi IHK AS, yang dijadwalkan terbit pukul 19.30 WIB pada hari Selasa (13/09), diperkirakan akan menunjukkan penurunan inflasi ke tingkat tahunan sebesar 8,1 persen pada bulan Agustus, turun dari bulan sebelumnya 8,5 persen.
Angka tersebut akan menandai penurunan bulan kedua berturut-turut dari level puncak 40 tahun yang dicapai pada bulan Juni, dan akan menunjukkan berkurangnya tekanan inflasi AS terhadap penurunan biaya bahan bakar dan setelah serangkaian kenaikan suku bunga oleh The Fed.
Inflasi AS versus inflasi RI
Secara keseluruhan, IHK di AS berada di angka 296,276 di bulan Juli, dibandingkan dengan 296,311 di bulan sebelumnya. Sementara di Indonesia, IHK masih berada pada level 111,57 hingga bulan Agustus. (Lihat tabel di bawah ini.)
Menurut BI, inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile foods) tercatat sangat tinggi di Indonesia mencapai 11,47 persen (yoy), terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan.
Inflasi kelompok harga diatur pemerintah (administered prices) juga meningkat menjadi 6,51 persen (yoy) sejalan dengan kenaikan angkutan udara dan harga BBM nonsubsidi. Sementara itu, inflasi inti masih relatif rendah sebesar 2,86 persen (yoy) didukung oleh konsistensi kebijakan BI dalam menjaga ekspektasi inflasi.
Ke depan, tekanan inflasi IHK diprakirakan meningkat, didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, serta kesenjangan pasokan.
Inflasi inti dan ekspektasi inflasi diprakirakan berisiko meningkat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta semakin menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.
Berbagai perkembangan tersebut diprakirakan dapat mendorong inflasi pada tahun 2022 dan berisiko melebihi batas atas sasaran 3,0 persen di tahun 2023.
Hal yang perlu diwaspadai adalah kondisi inflasi Amerika Serikat. Inflasi AS berada pada angka 8,5 persen per Juli 2022, turun dari 9,1 persen pada Juni. Dua sektor yang menjadi biang kerok adalah energi dan juga makanan.
Mengutip Tradingeconomics, kenaikan IHK di AS terjadi di sektor energi sebesar 32,9 persen, setelah mencapai level tertinggi dalam 42 tahun terakhir pada Juni di level di 41,6 persen, tertinggi sejak April 1980.
Ada penurunan besar dalam biaya bensin sebesar 44 persen, bahan bakar minyak 75,6 persen dan gas alam 30,5 persen. Sementara itu, harga tarif listrik meningkat 15,2 persen, terbesar sejak Februari 2006.
Inflasi juga terus naik untuk makanan sebesar 10,9 persen yang menjadi kenaikan terbesar sejak Mei 1979 yang berada pada rate 10,4 persen.
Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, harga makanan naik 1,1 persen, terutama karena kenaikan biaya minuman nonalkohol sebesar 2,3 persen, kopi 3,5 persen, serta susu dan produk terkait 1,7 persen. (ADF)