ECONOMICS

Tersandung Kasus Zat Pemicu Kanker, Taji Indomie Diuji

Maulina Ulfa - Riset 27/04/2023 15:00 WIB

Penarikan Indomie oleh Taiwan kali ini bukan kasus pertama. Pada 2010 Taiwan juga pernah melakukan penarikan mi instan milik Grup Indofood tersebut.

Tersandung Kasus Zat Pemicu Kanker, Taji Indomie Diuji. (Foto: Indomie.com)

IDXChannel - Merek mi instan kenamaan asal Indonesia, Indomie, tersandung kasus di Taiwan.

Pada Senin (24/4/2023), Departemen Kesehatan Taiwan menyatakan mi instan asal Indonesia yakni Indomie dan Malaysia dengan merk dagang Ah Lai disebut mengandung etilen oksida, atau dikenal sebagai zat pemicu kanker.

Etilen oksida adalah zat kimia yang digunakan untuk pembuatan etilen glikol yang sempat menghebohkan Indonesia karena memicu kasus gagal ginjal akut pada anak.

Senyawa kimia ini juga lazim digunakan di industri tekstil sebagai pelarut serta untuk campuran deterjen.

Zat ini dapat mengakibatkan seseorang mengalami gangguan imunitas dan memicu tumbuhnya sel kanker yang dapat berujung kematian.

Meski demikian, penarikan Indomie oleh Taiwan kali ini bukanlah kasus pertama. Pada 2010 Taiwan juga pernah melakukan penarikan terhadap merek mi instan asal Indonesia tersebut.

Sebelum kasus ini mencuat, stigma terhadap mi instan memang tak terlalu baik. Mi instan kerap kali diasosiasikan sebagai sumber pangan tak sehat.

Mengutip Hello Sehat, mi instan termasuk ke dalam makanan yang telah diproses atau makanan olahan.

Makanan yang diproses umumnya akan mengalami penambahan zat-zat seperti gula, garam, MGS, hingga pengawet.

Terlalu banyak mengkonsumsi mi instan disebut akan menyebabkan serangkaian penyakit seperti sindrom metabolik, diabetes, meningkatnya risiko penyakit liver, hingga obesitas.

Terlalu banyak mengkonsumsi mi instan juga dapat berisiko menimbulkan gangguan pencernaan.

Ini karena pada saat proses pengawetannya, mie instan ditambahkan dengan zat bernama tertiary-butyl hydroquinone (TBHQ). Pengawet ini berbahan dasar minyak yang juga terdapat dalam produk pestisida.

Ekspansi Mi Instan Kian Masif

Kendati terbukti tak sehat, mi instan, khususnya indomie, telah memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat.

Berdasarkan data World Instant Noodles Association, permintaan global terhadap produk mie instan mencapai 118,180 miliar bungkus pada 2021.

Permintaan global itu relatif meningkat dibanding permintaan di tahun sebelumnya sebanyak 116,560 miliar bungkus. Negara yang paling banyak mengkonsumsi mie instan adalah China dengan permintaan sebanyak 43,99 miliar bungkus.

Indonesia menjadi konsumen mie instan terbesar kedua di dunia dengan angka konsumsi tahunan melebihi 13,27 miliar bungkus mie instan. (Lihat grafik di bawah ini.)

Ini terlihat dari pangsa pasar mi instan hingga kinerja keuangan perusahaan mi instan milik Anthoni Salim ini.

Indomie diproduksi oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Popularitas Indomie sebagai mie instan tak hanya berhenti di pasar dalam negeri, tetapi juga merambah pasar internasional.

Hasil riset lembaga riset Kantar bertajuk “Brand Footprint Indonesia 2022” menemukan, indomie menjadi merek fast moving consumer goods (FMCG) yang paling banyak diburu oleh konsumen Tanah Air pada 2022.

Mengutip laman BKPM, indomie sampai saat ini juga telah diekspor ke lebih dari 60 negara di seluruh dunia.

Pasar-pasar kunci ekspor Indofood antara lain Australia, Irak, Papua Nugini, Hong Kong, Timur Leste, Yordania, Arab Saudi, Amerika Serikat, Selandia Baru, Taiwan, dan negara- negara lainnya di Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

Sebelumnya, pada tahun 2016, indomie juga dinobatkan sebagai produk mie instan yang paling banyak dipilih di Afrika, berdasarkan pemeringkatan Kantar. Indomie juga berada pada peringkat teratas dalam kategori FMCG di Afrika.

INDF juga memiliki 16 pabrik yang tersebar di berbagai negara di dunia dengan produksi sekitar 15 miliar bungkus Indomie setiap tahunnya.

Pada 2021, INDF mencetak laba bersih sebesar Rp 8 triliun. Di tengah gejolak global,

sepanjang 2022, kinerja INDF mencetak laba bersih Rp6,36 triliun atau turun 17% dibanding capaian tahun sebelumnya secara year-on-year (yoy).

Dalam laporan keuangannya, INDF mencatatkan penurunan dikarenakan laba sebelum beban pajak penghasilan yang juga menyusut jadi Rp 9,06 triliun. Ini disebabkan karena beban keuangan membengkak mencapai Rp 5,44 triliun, dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 2,03 triliun.

Kendati labanya merosot, total nilai aset INDF tercatat naik 0,64% yoy menjadi Rp180,43 triliun per akhir 2022. INDF juga kembali masuk indeks LQ45 untuk periode Februari-Juli 2023.

Sebagai informasi, LQ45 adalah daftar 45 emiten yang dipilih Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan kriteria tertentu, seperti memiliki kapitalisasi pasar besar serta likuiditas tinggi. (ADF)

SHARE