Tolak Thrifting Pakaian Bekas Impor, Ini Argumen Kuat Pemerintah
MenKopUKM Teten Masduki secara tegas menolak thrifting pakaian bekas impor.
IDXChannel - Aktivitas thrifting pakaian bekas impor dinilai menimbulkan banyak dampak negatif mulai dari masalah lingkungan hingga merugikan pendapatan negara.
Oleh karena itu, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki secara tegas menolak thrifting pakaian bekas impor. Sebab, pemerintah ingin melindungi produk-produk yang diproduksi oleh UMKM.
“Argumen kita untuk menolak masuknya pakaian bekas dan sepatu bekas impor untuk diperdagangkan sangat kuat, kita ingin melindungi produk dalam negeri terutama di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), yang sekarang sudah banyak diproduksi oleh pelaku UMKM di tanah air,” kata Teten dalam keterangannya di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), Jakarta, Senin (13/3/2023).
Teten menerangkan, adanya aktivitas thrifting juga disebabkan oleh fenomena pasokan dan permintaan. Oleh sebab itu, apabila pasokan thrifting produk impor dapat dihentikan, maka akan berpengaruh pada pasar yang kemudian dapat diisi oleh produk dalam negeri.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah KemenKopUKM Hanung Harimba menyampaikan, larangan thrifting pakaian impor sebenarnya sudah diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Pada Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas,” ucap Hanung.
Hanung menuturkan, isu thrifting saat ini menjadi isu yang serius. Terlebih, karena saat ini ekonomi dunia sedang melambat, sehingga impor barang bekas menjadi tantangan tambahan bagi pelaku UMKM di tanah air.
Selain itu, thrifting pakaian impor memiliki dampak yang merugikan, di antaranya menimbulkan masalah lingkungan yang serius karena banyak di antara baju bekas impor tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selanjutnya, thrifting pakaian impor merupakan barang selundupan atau ilegal yang tidak membayar bea dan cukai sehingga menimbulkan kerugian negara.
“Thrifting pakaian impor ini juga akan merugikan produsen UKM tekstil. Menurut CIPS dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro, sedangkan impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen,” pungkasnya.
(YNA)