Upaya Recovery UMKM Tersandung Harga Bahan Pokok dan Kenaikan PPN
Saat pandemi dulu keuntungan mereka (pelaku UMKM) karena kebijakan pembatasan masyarakat.
IDXChannel - Mulai melandainya kasus penularan COVID-19 dan juga kebijakan pelonggaran penanganan pandemi oleh pemerintah harusnya bisa menjadi titik awal bagi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk mulai melakukan perbaikan kondisi (recovery).
Sayang, harapan tersebut kembali harus terganjal dengan melambungnya harga bahan kebutuhan pokok hingga kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen, yang secara otomatis jadi menggerus porsi keuntungan pelaku UMKM.
"Jadi kondisinya ternyata tetap tidak jauh berbeda. Saat pandemi dulu keuntungan mereka (pelaku UMKM) karena kebijakan pembatasan masyarakat. Sekarang, yang harusnya bisa recovery pasca pandemi, tetap saja keuntungan UMKM tergerus naiknya (bahan) bahan pokok sampai pajak," ujar Ketua Komite Tetap Kewirausahaan Kadin Indonesia, Sharmila Yahya, Selasa (12/4/2022).
Sharmila menjelaskan ketika minyak goreng memiliki harga yang cukup tinggi, dan berbarengan dengan pajak PPN yang naik dari 10 persen menjadi 11 persen setidaknya sudah menggerus profit para pengusaha sebesar 30 persen.
Keuntungan yang makin tergerus itu tentunya akan membuat para UMKM menjadi lebih lama untuk bangkit. Kalau UMKM ini lama untuk bangkit artinya kebutuhan akan tenaga kerja tambahan pun akan semakin lama dibutuhkan.
Selain itu saat ini harga gas LPG maupun BBM juga mengalami peningkatan yang cukup berada untuk para UMKM yang mengonsumsinya produk tersebut dalam jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan kebutuhan rumah tangga.
Sharmila mengaku beban biaya untuk transportasi dalam sebuah bisnis itu memakan posri 10 hingga 20 persen. Maka jika logistic cost mengalami kenaikan, angka tersebut bisa lebih besar. Seperti yang belum lama dilakukan penyesuaian tarif tol, yang menjadi jalur distribusi.
Yang juga perlu dilihat adalah cara kendaraan mengakses tol saat ini dan akan diterapkan untuk semua gerbang tol yang ada di Indonesia, yaitu dengan menempel kartu uang elektronik.
Lagi-lagi biaya top-up untuk kartu uang elektronik itu juga saat ini dikenakan pajak sebagaimana Implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Sebagai pengusaha, Sharmila berharap kepada pemerintah untuk tidak menaikannya secara berbarengan. Mengingat saat ini para UMKM masih harus merangkak untuk bangkit.
"Semenjak pandemi baru berakhir ini kita lagi Recovery ya, jadi omsetnya sedang menurun kemarin selama pandemi, kalau bisa jangan sekaligus naiknya ini," pungkasnya. (TSA)