ECONOMICS

Utang Jatuh Tempo Pemerintah di Oktober Terkendali, Lelang SBN Jadi Andalan

Anggie Ariesta 11/09/2025 18:30 WIB

Konsentrasi utang pemerintah yang jatuh tempo pada Oktober 2025 sekitar Rp100,7 triliun dinilai masih dalam kondisi terkendali.

Utang Jatuh Tempo Pemerintah di Oktober Terkendali, Lelang SBN Jadi Andalan. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel - Konsentrasi utang pemerintah yang jatuh tempo pada Oktober 2025 sekitar Rp100,7 triliun dinilai masih dalam kondisi terkendali.

Menurut Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, dampak dari utang jatuh tempo tersebut lebih bersifat tantangan likuiditas jangka pendek, bukan risiko solvabilitas.

Secara fiskal, lanjutnya, defisit anggaran tahun 2025 berada di kisaran 2,78 persen dari PDB, dengan saldo primer yang sempat positif pada semester I tahun ini. Hal ini menunjukkan ruang manajemen kas pemerintah memadai.

"Semua ini membuat guncangan Oktober lebih bersifat likuiditas jangka pendek, bukan risiko solvabilitas, selama pemerintah menjaga ritme penerbitan dan ketersediaan kas," ujar Josua kepada IDX Channel, Kamis (11/9/2025).

Untuk mengelola risiko ini, Josua merekomendasikan strategi kombinasi antara prefunding, operasi liabilitas, dan penguatan bantalan kas.

Prefunding dilakukan dengan mempercepat akumulasi kas melalui lelang Surat Berharga Negara (SBN) sebelum Oktober.

Operasi liabilitas seperti switch dan buyback seri utang dilakukan untuk menghaluskan profil jatuh tempo.

Sementara itu, bantalan kas dapat dioptimalkan melalui saldo kas pemerintah (SAL) dan diversifikasi sumber pembiayaan, seperti melalui penerbitan Sukuk atau obligasi dalam mata uang asing.

"Penerbitan SBN untuk menutup kewajiban Oktober relatif luas dan, jika dikelola dengan disiplin, justru memperkuat kepercayaan investor," kata Josua.

Josua menambahkan, kepercayaan investor domestik dan internasional akan tetap terjaga selama pemerintah konsisten dengan disiplin fiskal dan komunikasi yang kredibel melalui kalender lelang yang jelas.

Hal tersebut diyakini Josua akan membuat rollover melalui SBN dipersepsikan sebagai manajemen kas yang normal, bukan sebagai tekanan pendanaan.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE